POPULI.ID – Titiek Puspa telah sampai pada titik pemberhentian. Perjalanan kariernya nan panjang selama tiga zaman yang merentang dari era Soekarno hingga Prabowo kini telah purna.
Derai air mata para takziah termasuk pedangdut Inul Daratista merambat pelan jatuh membasahi area pemakaman TPU Tanah Kusir Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025) sore, ketika mengantarkan sang maestro Sundarwati atau yang masyhur dikenal dengan nama Titiek Puspa ke tempat peristirahatannya.
Pelantun Minah Gadis Dusun itu tampak telah berbalut kain kafan membujur di liang berukuran 1×2 meter. Ia bersemayam dengan tenang tak jauh dengan makam Bung Hatta hingga Buya Hamka.
Ya, meski berbeda arah pergerakannya, Titiek Puspa memang pantas bersanding dengan dua tokoh berpengaruh yang telah disebutkan. Sebagai seniman terutama musisi, namanya turut memberi pengaruh besar dalam sejarah musik di Indonesia.
Lahir di Perantauan
Serupa dengan makna namanya yang jadi penanda, titik awal putri pasangan Tugeno Puspowidjojo dan Siti Mariam ini dimulai dari Kalimantan.
Setelah sempat tinggal di Surabaya, pada 1930, Tugeno dan Mariam pindah ke Kalimantan Selatan. Di bumi khatulistiwa ini, mereka dikaruniai anak keempatnya pada 1 November 1937. Tugeno menamai putri cantiknya itu Sundarwati.
Urung genap tiga bulan Tugeno harus memboyong keluarganya termasuk Sundarwati ke Semarang karena mendapat pekerjaan di Centraal Burgerlijke Ziekenhuiz atau RSUP dr. Kariadi saat ini.
Di Semarang, Sundarwati kecil menempati rumah semipermanen di kawasan Lempongsari.
Namun lagi-lagi, Sundarwati dan keluarganya tak bisa menetap lama di Lempongsari. Ia harus berpindah-pindah tempat tinggal karena menghindar dari aktivitas militer Jepang yang kerap kali tak terduga selama masa pendudukan.
Bisikan dari Magelang
Setelah sempat berpindah dari Kutoarjo hingga Ambarawa, Sundarwati dan keluarga akhirnya menetap di Kranggan, Temanggung.
Walau menetap di Temanggung, Sundarwati lebih banyak menghabiskan waktu di Magelang, karena ia bersekolah di SD Pendowo Magelang.
Untuk menuju dan kembali dari Magelang, Sundarwati sehari-hari menumpang kereta api. Dari perjalanan itulah, Sundarwati merasakan bisikan-bisikan ajaib yang kemudian menemukan bakat menyanyinya.
Ia melakoni debut menyanyinya saat tampil menghibur di acara pesta kenaikan kelas di SMP Ganesha Semarang.
Dari titik itu, kepiawaian olah suara Sundarwati kian didengar. Suara merdunya pun mendapat apresiasi setelah menjuarai gelar Pekan Olah Raga dan Kesenian Sekolah Lanjutan Atas atau Porskala pada 1953 hingga lomba bintang pelajar di tahun yang sama.
Keberhasilan meraih juara di ajang lomba menyanyi membuat Sundarwati makin bersemangat menekuni dunia tarik suara.
Lantaran takut dengan reaksi ayahnya yang tak sepaham soal dunia menyanyi, Sundarwati kemudian mengganti identitas panggungnya dengan gabungan nama panggilannya yakni Titiek dan panggilan nama ayahnya Puspo.
Nama itu ternyata jadi hoki. Buktinya, ketika ia mengikuti ajang Bintang Radio tingkat Daerah 1954 yang digelar Radio Republik Indonesia atau RRI.
Kala itu ia sempat merasa kecewa lantaran ambisinya untuk berkarier sebagai penyanyi di Jakarta nyaris pupus. Hal itu karena ia hanya mendapat peringkat kedua. Sementara menurut aturan cuma peringkat satu saja yang bisa berangkat ke ibukota.
Namun, entah bagaimana, tetiba panitia saat itu mengumumkan bahwa peringkat kedua juga layak untuk melenggang ke Jakarta. Berangkatlah Titiek Puspa ke Jakarta menjemput mimpinya.
Misi Negara
Desember 1960, Titiek Puspa mendapat kesempatan menjadi bagian dari tim budaya Indonesia untuk kunjungan muhibah seni ke Malaysia. Dalam misi itu, Titiek kemudian membentuk Orkes Puspa Sari.
Sejumlah penyanyi dan komposer yang tergabung di orkes tersebut diantaranya Sjaiful Bahri, Bing Slamet hingga Said Efendi.
Nyanyian Titiek Puspa kemudian terdengar sampai ke Istana. Presiden Soekarno bahkan dibuat berdecak kagum ketika mendengar Titiek menyanyikan Kasih di antara Remaja.
Sejak saat itu, bersama band Lensoist, Titiek Puspa nyaris tak pernah absen dibawa Presiden Soekarno dalam lawatannya ke sejumlah negara.
Berakhirnya masa kepemimpinan sosok yang akrab disapa Bapak itu, tak lantas menyurutkan karier Titiek Puspa.
Di era Soeharto, ia masih kerap diminta untuk bernyanyi di Istana terutama pada acara-acara peringatan hari besar, termasuk hari kemerdekaan.
Bahkan di masa selanjutnya, suaranya tetap memikat meski penghuni Istana berganti dari SBY, Jokowi hingga kini Prabowo.
Puspa Lestari
Tak cuma di dalam Istana, suara merdu Titiek Puspa nyatanya juga mampu menyihir para penikmat musik tanah air.
Ketika industri rekaman tengah mekar, Titiek Puspa merilis album bertajuk Papaya, Mangga, Pisang Jambu.
Selanjutnya ia juga merilis album berikutnya bertajuk Taruna Jatuh Cinta.
Album-album tersebut meledak di pasaran. Sejumlah single diantaranya Bisikan Alam Maya karya A. Usman digandrungi kawula muda kala itu.
Semenjak itu, nama Titiek Puspa kian semerbak di belantika musik tanah air.
Selain jago olah vokal, Titiek juga piawai dalam mencipta lagu. Satu diantaranya yang belakangan menjadi buah bibir yakni single bertajuk When You Came Into My Life untuk band rock ballad legendaris Scorpions. Lagu itu masuk dalam album Pure Instinct yang rilis pada 1996.
Lagu tersebut diciptakan Titiek Puspa bersama Kaluse Meine dan James F. Sundah.
Energi yang dihibahkan Titiek Puspa untuk dunia hiburan tanah air seperti tak pernah habis bahkan lekang oleh waktu.
Sebelum wafat, Titiek Puspa masih sanggup tampil untuk menghibur. Satu diantaranya ketika ia tampil di festival Synchronize Fest 2024 lalu.
Malam itu, Titiek yang telah berusia 87 tahun hadir mengenakan gaun warna merah menuju panggung menggunakan kursi roda diantar oleh dua mantan penyanyi cilik Saskia dan Geoffany.
Di atas panggung, Titiek sempat terharu melihat berjubelnya penonton yang menyimak penampilannya.
Kini, haru biru itu menyeruak dari para penggemar yang ditinggalkan. Meski begitu, serupa dengan namanya, puspa itu takkan pernah memudar. Karya-karyanya akan terus dikenang sebagai titik pondasi perkembangan musik Indonesia.