SLEMAN, POPULI.ID – Persoalan sampah di Sleman tak lagi hanya dianggap beban lingkungan, tapi mulai dilihat sebagai potensi ekonomi.
Untuk mempercepat pengelolaan sampah berbasis masyarakat, Pemerintah Kabupaten Sleman bersama DPRD tengah memfinalisasi Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur soal pemberiaan insentif kepada pengelola sampah aktif di lapangan.
Langkah ini merupakan turunan dari Perda Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah, yang bertujuan memperkuat gerakan pengelolaan sampah dari bawah.
Anggota Komisi C DPRD Sleman, Ismi Sutarti, menyatakan Perbup tersebut akan memuat teknis pemberian insentif bagi masyarakat atau kelompok yang berperan aktif dalam pengolahan sampah di lingkungannya.
“Insentif ini bukan semata hadiah, tapi apresiasi atas peran nyata masyarakat. Kalau kita ingin persoalan sampah tuntas, kuncinya ada di padukuhan. Mulai dari rumah tangga, sampah dipilah dan dikelola langsung di tingkat dusun tanpa harus dibuang ke luar,” ujarnya dalam Talkshow Srawung Sleman, Rabu (25/6/2025).
Langkah ini diyakini akan mendorong semangat para pengelola sampah swadaya yang selama ini sudah terbukti mampu memberi dampak lingkungan sekaligus pendapatan.
Kepala Seksi Pelayanan Persampahan DLH Sleman, Singgih Budiyana, mengungkapkan bahwa volume sampah harian di Sleman mencapai 602 ton.
Bila tak dikelola dengan serius, potensi bencana lingkungan bisa membayangi.
Namun, ia menyebut solusi sudah ada dan terbukti jalan: pengolahan sampah berbasis komunitas.
Saat ini, terdapat 516 kelompok masyarakat mitra DLH yang mengelola sampah mandiri.
Sebagian dari mereka bahkan telah mengubah sampah menjadi sumber pendapatan.
“Ada kelompok yang bisa menghasilkan pendapatan dari Rp3 juta hingga puluhan juta per bulan. Ini bukti bahwa sampah bisa jadi berkah jika dikelola dengan benar, bukan sekadar dibuang,” tuturnya.
Di Dusun Gancahan, Kalurahan Sidomulyo, warga tak sekadar mengelola sampah, mereka membangun sistem edukatif.
Pegiat lokal, Farid Fachrudin, menjelaskan adanya gerakan “Ngunduh Sampah”, di mana masyarakat diminta memilah sampah organik dan anorganik dari rumah.
“Satu minggu sekali, tim datang menjemput sampah yang sudah dipilah. Dari situ, kita edukasi warga bahwa sampah bukan akhir dari segalanya, tapi bisa jadi sumber ekonomi,” ucap Farid.
Anggota Komisi C lainnya, Nila Rifianti, menekankan pentingnya gotong royong lintas elemen.
Menurutnya, pengelolaan sampah tak cukup hanya mengandalkan edukasi, melainkan harus menjadi gerakan kolektif yang melibatkan kelompok masyarakat.
“Kita bisa berdayakan kelompok wanita tani, karang taruna, atau kader kesehatan. Ketika mereka mengolah sampah, ada manfaat ekonomi yang ikut mereka rasakan,” ucap politisi PDI Perjuangan itu.