DIY, POPULI.ID – Kementerian Sosial RI, resmi meluncurkan Sekolah Rakyat serentak di Indonesia, termasuk DIY, pada Senin (14/07/2025) secara daring. Sebanyak 275 siswa dari seluruh kabupaten/kota se-DIY, dipastikan sudah bisa masuk kelas.
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih, mengatakan, rintisan sekolah ini merupakan implementasi dari arahan Presiden terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem melalui akses pendidikan setara.
Sekolah tersebut merupakan program pendidikan berasrama yang dirancang khusus bagi siswa dari keluarga dengan kondisi ekonomi sangat miskin.
“Konsep dasar Sekolah Rakyat ini merujuk pada kebijakan pusat, terutama untuk anak-anak dari keluarga dengan status miskin ekstrem yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Nasional (DTKSN),” ujar Endang.
Sekolah Rakyat di DIY ini menerima 2 siswa kelas 10 dari seluruh wilayah DIY. Para siswa tidak mendaftar secara umum, melainkan ditentukan melalui seleksi data yang dihimpun oleh para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) dan Dinas Sosial.
“Data siswa berasal dari input PKH yang disaring melalui DTKSN, jadi bukan pendaftaran terbuka. Ini murni untuk mereka yang benar-benar membutuhkan,” jelasnya.
Sekolah yang berdiri di atas lahan sekitar 4 hektare ini dilengkapi 10 rombongan belajar (rombel), menjadikannya salah satu yang terbesar secara nasional dalam program Sekolah Rakyat.
Gedung baru dengan ruang kelas berfasilitas lengkap, AC, serta laboratorium fisika dan biologi, perpustakaan, ruang UKS, dan BK telah disiapkan. Selain itu, tersedia lapangan olahraga seperti voli, tenis, futsal, hingga badminton.
Asrama bagi siswa putra dan putri juga telah disiapkan, termasuk ruang guru, ruang wali asrama, serta perlengkapan tidur.
“Untuk plan A, Senin ini para siswa sudah bisa langsung masuk asrama. Kami siap menyambut mereka dengan fasilitas dasar seperti makanan dan kebutuhan harian,” jelas Endang.
Para siswa akan mendapatkan 7 stel seragam termasuk seragam nasional, pramuka, olahraga, batik, pakaian tidur, dan pakaian pesiar. Terdapat juga seragam khusus bernuansa lokal sebagai bentuk penguatan identitas budaya.
Meski merujuk pada kurikulum Kemendikbudristek untuk jenjang pendidikan menengah, Sekolah Rakyat menerapkan sistem pembelajaran dan manajemen waktu yang berbeda dengan sekolah reguler.

“Karena berasrama, pengelolaan waktu juga menyesuaikan. Ada struktur harian yang lebih intensif untuk membentuk karakter dan disiplin,” tambahnya.
Program ini diharapkan menjadi alternatif pendidikan berkualitas bagi siswa miskin ekstrem, tanpa mengesampingkan aspek intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ).
“Harapannya, Sekolah Rakyat ini mampu melampaui sekolah-sekolah berasrama lainnya dalam membentuk generasi unggul,” kata Endang.
Saat ini, dari kebutuhan 20 guru, baru 19 guru yang sudah masuk. Rekrutmen dilakukan bekerja sama dengan Kemendikbudristek dan Kementerian Sosial, dengan syarat minimal sertifikasi pendidik (serdik) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Seleksi tambahan juga mencakup tes TOEFL, psikotest, dan wawancara.
Sekolah Rakyat diharapkan menjadi model pendidikan transformasional yang tak hanya mengangkat martabat anak-anak dari keluarga tidak mampu, tetapi juga menyiapkan mereka menjadi individu yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Selain guru, pendamping PKH dari berbagai Kapanewon di Bantul turut direkrut sebagai tenaga kependidikan, termasuk sebagai wali asrama.
“Kolaborasi ini penting agar mereka juga memahami posisi dan tanggung jawab baru dalam lingkungan sekolah,” tutup Endang.
Calon kepala sekolah, Agus Ristanto, mengatakan bahwa sekolah ini bukan sekadar tempat belajar, tapi juga tempat tinggal dan tumbuh bagi para siswa.
“Anak-anak ini berasal dari keluarga tidak mampu. Di sini, mereka akan tinggal, belajar, dan membangun masa depan,” ujar Agus.
Proses belajar dimulai dengan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang lebih panjang dari sekolah biasa. Hal ini dilakukan agar siswa bisa beradaptasi lebih dulu.
“Bayangkan, mereka biasanya tidur di rumah bersama keluarga, sekarang harus tinggal di asrama dan berbagi ruang dengan banyak teman. Butuh waktu untuk beradaptasi,” jelasnya.
Siswa boleh dijenguk orang tua, tapi di luar jam pelajaran. Mereka juga bisa pulang dua minggu sekali, dengan transportasi yang disiapkan oleh Dinas Sosial. HP tidak boleh dibawa bebas, tapi dititipkan dan komunikasi dilakukan lewat wali asuh.
Selain pelajaran umum, siswa juga bisa memilih berbagai kegiatan tambahan seperti Pramuka, PMR, paskibra, futsal, seni musik dan tari, konversasi bahasa Inggris, hingga pembelajaran Iqro untuk yang belum bisa baca-tulis Al-Qur’an.
“Kami sesuaikan dengan minat mereka. Tujuannya supaya anak-anak berkembang secara akademik, sosial, dan emosional,” ujar Agus.
Program ini melibatkan banyak instansi, seperti Kemensos, Kemendikbudristek, PUPR, Kominfo, Kemenag, BKD, dan lainnya. Internet disediakan oleh Kominfo dengan kecepatan tinggi hingga 200 Mbps. Pengelolaan anggaran juga didampingi oleh tim khusus dari pusat.
Agus berharap Sekolah Rakyat bisa menjadi tempat yang membentuk karakter dan masa depan anak-anak.
“Kami ingin anak-anak ini tumbuh percaya diri dan punya masa depan cerah,” tutupnya.