YOGYAKARTA, POPULI.ID – Kewajiban untuk membayar royalti atas penggunaan musik membuat banyak hotel dan restoran di DIY memilih untuk tidak menggelar pertunjukan hiburan atau event dalam perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia tahun ini.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan hanya segelintir pelaku usaha yang menyelenggarakan kegiatan khusus pada 17 Agustus 2025.
Menurutnya, peraturan mengenai pembayaran royalti musik menjadi pertimbangan utama.
Tidak seperti tahun sebelumnya, di mana kegiatan hiburan meramaikan hampir seluruh hotel dan restoran.
“Ada yang mengadakan, tapi sangat terbatas karena harus memperhitungkan biaya tambahan untuk royalti. Itu masuk ke pengeluaran operasional. Kami juga prihatin karena para musisi lokal seperti pemain organ tunggal jadi kehilangan kesempatan tampil,” ujar Deddy saat dihubungi, Jumat (15/8/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) DIY telah mengonfirmasi bahwa royalti berlaku tidak hanya untuk hiburan di hotel dan restoran, tetapi juga acara pernikahan, dihitung dari total biaya acara.
Hal ini membuat banyak pengusaha berpikir ulang sebelum mengadakan hiburan.
Di sisi lain, Deddy menyoroti kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.
Penurunan daya beli masyarakat turut memperberat beban pelaku usaha.
Sementara kewajiban membayar royalti justru menambah tekanan biaya operasional.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa hingga pertengahan Agustus, pemesanan kamar hotel di DIY belum menunjukkan lonjakan berarti, meski 18 Agustus telah ditetapkan sebagai hari cuti bersama.
“Tingkat reservasi masih rendah, belum terlihat pergerakan signifikan. Ada reservasi tapi belum banyak, paling sekitar 20 persen. Mungkin meningkat menjelang hari H. Padahal tahun lalu, meski (okupansi) cuma 30 sampai 40 persen, hotel tetap antusias (menggelar acara),” ungkapnya.
Deddy berharap pemerintah mengevaluasi kebijakan royalti tersebut.
Ia menilai bahwa pemahaman pelaku usaha soal aturan ini masih minim karena kurangnya sosialisasi.
“Sosialisasi masih sangat kurang. Kalau cuma lewat media kan nggak bisa bertanya. Jadi kebijakannya harus direvisi lagi, kemudian sosialisasi,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengatur pengelolaan royalti musik di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Kebijakan ini merupakan wujud komitmen negara dalam melindungi hak cipta bagi pencipta lagu, komposer, dan pemilik hak terkait atas karya musik yang digunakan di area bisnis, khususnya di lingkungan perhotelan.
Dalam praktiknya, hotel sebagai lokasi penyelenggaraan event seringkali memanfaatkan karya cipta musik baik melalui pertunjukan langsung (live performance) maupun rekaman.
Sehingga penggunaan karya musik di tempat komersial sesuai Peraturan Pemerintah diatas wajib memperoleh izin dan membayarkan royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Kepala Kanwil Kemenkum DIY, Agung Rektono Seto, mengatakan royalti musik nantinya akan didistribusikan kepada pencipta lagu, komposer, dan pemilik hak terkait dan bukan merupakan bagian dari penerimaan negara.
Langkah ini dinilai sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendukung kemajuan industri kreatif nasional.
Dalam penyelenggaraan event dan pertunjukan di lingkungan hotel, pihak perhotelan dapat melakukan kerja sama dengan penyelenggara untuk memenuhi ketentuan pembayaran royalti musik.
“Mekanisme penghitungan besaran royalti dan skema pembayaran telah disederhanakan lewat sistem daring LMKN untuk memastikan transparansi dan kemudahan administrasi,” ujarnya.
Agung mengimbau pihak hotel atau event organizer agar dapat mengidentifikasi daftar lagu atau musik yang akan diputar atau dipertunjukkan selama acara berlangsung.
Menurutnya, hotel bersama event organizer bisa menghubungi LMKN untuk konsultasi serta memperoleh informasi terkait penentuan tarif royalti sesuai jenis acara, jumlah tamu, durasi, dan skala pertunjukan.
“Tarif royalti ditentukan secara transparan berdasarkan regulasi yang berlaku. Sehingga baik hotel maupun event organizer dapat memasukkan komponen royalti dalam perencanaan anggaran acara,” jelasnya.
Ia menambahkan, pembayaran royalti dilakukan melalui mekanisme resmi LMKN. Bukti pembayaran dapat digunakan sebagai dokumen pendukung legalitas acara.
(populi.id/Gregorius Bramantyo)