SLEMAN, POPULI.ID – Aktivitas ekspor pelaku usaha di Sleman ke Amerika Serikat (AS) sempat terganggu akibat kebijakan Presiden Donald Trump yang menaikkan tarif impor ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hingga 32 persen.
Di Kabupaten Sleman, ekspor tetap berjalan, walau sempat tertunda.
Kepala Seksi Distribusi Pemasaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman, Fitriana Nurhayati, mengatakan sejumlah eksportir memang merasakan dampaknya.
Namun, gangguan itu tidak terlalu signifikan karena para pelaku usaha segera mengalihkan pasar ke negara lain.
“Mereka akhirnya mengalihkan tujuan ekspor ke negara-negara yang peluang pasarnya lebih terbuka,” ujarnya, Rabu (20/8/2025).
Fitriana menjelaskan, kenaikan tarif impor lebih membebani konsumen di AS karena berimbas pada harga jual produk di sana.
Sementara eksportir di Sleman tetap dapat mengirimkan barang, hanya saja sempat menunda pengiriman hingga ada kepastian kebijakan.
“Soal potensi penurunan omzet, para eksportir tetap bisa memenuhi Purchase Order (PO) setelah adanya kesepakatan baru. Hanya sempat tertunda karena pelaku usaha wait and see, tetapi setelah ada kepastian, PO kembali berjalan,” jelasnya.
Meski ekspor tetap berlangsung, nilai ekspor Sleman pada Triwulan I 2025 turun sekitar 50 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Fitriana menekankan, tren ini belum bisa dijadikan patokan untuk setahun penuh.
“Pola ekspor sangat tergantung pada jadwal pengiriman dan penyelesaian PO. Jadi belum bisa dipastikan apakah penurunan akan berlangsung hingga akhir tahun,” paparnya.
Sebagai langkah antisipasi, Pemkab Sleman mendorong kemitraan antara eksportir pemula dan eksportir besar melalui program business matching.
“Produk dari pelaku kecil bisa dipasarkan lewat eksportir besar yang sudah punya jaringan internasional. Ini langkah konkret yang bisa dilakukan daerah, sementara insentif langsung menjadi kewenangan pusat,” terang Fitriana.
Produk ekspor utama dari Sleman masih didominasi industri besar, terutama kaos tangan dan tekstil campuran.
Namun, beberapa pelaku usaha kini mulai melirik pasar domestik, termasuk sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dinilai menjanjikan.
“Beberapa eksportir furnitur sudah mulai merambah pasar dalam negeri. Prospeknya cukup besar, apalagi jika bisa masuk ke pengadaan pemerintah,” tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, nilai ekspor DIY sepanjang Januari–Juni 2025 mencapai 270,24 juta dolar AS atau naik 9,84 persen dibanding periode yang sama tahun 2024.
Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor terbesar, disusul Jerman dan Jepang, dengan kontribusi ketiganya mencapai 63,32 persen.
“Komoditas yang mengalami kenaikan terbesar pada Juni 2025 adalah pakaian dan aksesorisnya, sedangkan penurunan terdalam terjadi pada barang dari kulit samak,” ungkap Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati.
Dari sisi sektor, ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan Januari–Juni 2025 naik 36,62 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara ekspor industri pengolahan naik 9,68 persen.
(populi.id/Gregorius Bramantyo)