Keseruan Festival Kebudayaan Yogyakarta akan berlanjut di Kabupaten Sleman pada tanggal 17-18 Oktober 2025 mendatang.
Acara tahunan ini diselenggarakan di Sleman setelah sebelumnya dibuka di Lapangan Logandeng, Gunungkidul.
Diawali dengan iring-iringan ternak Raja Kaya dengan titik pertunjukan di Lapangan Bulak Balong, Sidoagung, Godean.
Kepala Dinas Kebudayaan Sleman Ishadi Zayid menyampaikan pembukaan melalui iring-iringan Raja Kaya kali ini akan mengarak hewan ternak kambing.
FKY akan diawali dengan pawai Rojokoyo itu akan hanya akan mengarak hewan ternak kambing. Berbeda dengan pembukaan di Gunungkidul yang diawali dengan arak sapi dan Kambing.
“Kalau di Sleman ini kita akan arak adalah kambing,” katanya saat jumpa pers di Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Sleman, Selasa (14/10/2025).
“Ini bukan hanya dimaknai sebagai fasad seseorang, yang lebih penting dari itu bagaimana hubungan manusia dengan alam dan hewan,” imbuhnya.
Ia menyampaikan bahwa DIY sebagai kota budaya perlu mempertahankan eksistensinya. Yogyakarta disebutnya kaya akan tradisi dan seni yang berkembang di masyarakat.
Globalisasi disebutnya membuat generasi muda tidak lagi memperhatikan budaya yang ada di lingkungan mereka.
Ia menyampaikan bahwa modernisasi membuat generasi muda menjadi makhluk individual dan tidak mengenal budayanya sendiri.
Melalui FKY 2025, diharapkan kebudayaan tersebut dapat kembali dikenalkan kepada generasi muda di Yogyakarta agar tidak tergerus oleh budaya luar.
“Boleh mengetahui budaya modern, mengenal budaya asing, namun budaya kita tetap menjadi filter atas mana yang baik dan mana yang tidak baik bagi kita,” ujarnya.
Dalam penyelenggaraan kegiatan selama 2 hari itu, sejumlah pertunjukan akan ditampilkan kesenian Jeber Uwes, Antup, Jathilan Pancawarsa, Jathilan Luncur, Wayang Topeng Pedalangan, hingga hiburan musik dangdut oleh OM Lathansa.
FKY menjadi semangat masyarakat untuk tetap melestarikan budaya di tengah minimnya stimulan yang turun dari pemerintah.
Kepala Bidang Warisan Budaya Dinas Kebudayaan Sleman Esti Listyowati menampakkan bahwa masyarakat Sleman memiliki semangat yang kuat untuk tetap menghidupkan budaya.
“Tidak ada (stimulan) bukan berarti tidak jalan (kegiatan kebudayaan), partisipasi masyarakat tetap jalan. Kita fasilitasi merti tapi kegiatan di kampung turunannya saja sampai puluhan juta habisnya,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa tradisi budaya masyarakat Jawa yang saat ini masih dilakukan seperti Mitoni, Mapati, Tedak Siten, hingga Nyadran masih dilakukan oleh masyarakat.
(populi.id/Hadid Pangestu)