SLEMAN, POPULI.ID – Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Gita Kamath, hari ini mengunjungi Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PR YAKKUM) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk melihat langsung bagaimana kerja sama antara Australia dan Indonesia memperkuat kebijakan, layanan, dan inovasi berbasis riset yang inklusif bagi penyandang disabilitas.
Kunjungan ini menyoroti berbagai program yang dijalankan melalui dukungan Pemerintah Australia melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) dan Bappenas, khususnya di bawah dua inisiatif utama: Program INKLUSI dengan kerangka DIGNITY (Disability Inclusion Through Strengthening Local to National Capacity), dan Program KONEKSI yang berfokus pada riset kebijakan inklusif.
Dalam sambutannya, Wakil Dubes Kamath menyampaikan apresiasi atas kontribusi PRYAKKUM (Pusat Rehabilitasi YAKKUM) dan mitra-mitranya, termasuk Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM), dalam memperkuat kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
“Saya sangat senang kegiatan yang dilakukan dengan dukungan Australia. Kami berupaya menggeser fokus dari sekadar inklusi disabilitas menuju kesetaraan disabilitas, dengan memastikan setiap hambatan benar-benar dihapus agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi penuh dalam pembangunan. Saya mengapresiasi kepemimpinan lokal yang menunjukkan bagaimana nilai inklusivitas dapat tertanam secara berkelanjutan. Melalui kolaborasi antara riset dan pelayanan masyarakat, kita membuktikan bahwa perubahan nyata bisa dimulai dari tingkat komunitas,” ujar Kamath.
Direktur PRYAKKUM, Chatarina Sari, menyambut baik kunjungan ini dan menekankan pentingnya dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak agar hasil kerja di tingkat lokal dapat terus diperkuat.
“Dukungan dari Pemerintah Australia memungkinkan kami memperluas jangkauan layanan hingga ke desa-desa, memperkuat organisasi penyandang disabilitas, dan memastikan inklusi benar-benar dirasakan di akar rumput,” ungkap Sari.
Selama kunjungan, Wakil Dubes berdialog dengan penerima manfaat program dan perwakilan pemerintah desa yang memiliki disabilitas psikososial. Para peserta berbagi pengalaman tentang kemajuan advokasi, praktik inklusif di tingkat desa, dan pentingnya sinergi antara riset dan kebijakan publik.
Salah satu cerita inspiratif datang dari Siti Rohayah, Kepala Desa di Kabupaten Kebumen, yang berharap program kelompok swadaya masyarakat (Self-Help Group/SHG) bagi penyandang disabilitas dapat berkelanjutan.
“Sebagai pejabat dengan jabatan politik, saya sadar pentingnya regenerasi agar kelompok swadaya masyarakat ini tetap berjalan meski nanti saya sudah tidak menjabat. Karena itu, saya libatkan staf lain agar pengetahuan ini menyebar. Kami sudah memiliki SK kepala desa untuk melegalkan SHG dan mulai menganggarkan operasionalnya,” ujarnya.
Menanggapi cerita tersebut, Wakil Duta Besar Gita Kamath menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan dan inisiatif yang tumbuh di tingkat lokal.
“Saya sangat terkesan dengan komitmen dan kerja keras pemerintah desa serta PRYAKKUM dan PPRBM dalam memperkuat kelompok swadaya masyarakat bagi penyandang disabilitas. Pembelajaran di tingkat lokal seperti ini sangat berharga dan semoga dapat direplikasi di tingkat nasional melalui kolaborasi lintas sektor,” kata Kamath.
Melalui dukungan Program INKLUSI (Kemitraan Australia–Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif), PRYAKKUM menjalankan Program DIGNITY di tujuh provinsi untuk memperkuat kapasitas organisasi penyandang disabilitas, membuka akses terhadap pekerjaan layak, layanan dasar, serta perlindungan dari kekerasan. Sementara itu, melalui Program KONEKSI, PRYAKKUM bermitra dengan University of Sydney untuk mengembangkan One Map for Mental Health Atlas di Kabupaten Kebumen—sebuah platform digital yang memetakan sumber daya kesehatan jiwa guna mendukung perumusan kebijakan berbasis bukti.
Kunjungan diakhiri dengan tur fasilitas PR YAKKUM yang mencakup bengkel prostetik, pusat rehabilitasi, day care anak dengan disabilitas, serta kafe inklusif yang dikelola bersama komunitas lokal.
Kemitraan antara PR YAKKUM dan Pemerintah Australia melalui DFAT merupakan bagian dari upaya bersama untuk mendorong inklusi sosial, kemandirian ekonomi, dan akses yang setara terhadap layanan publik bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Melalui pendekatan berbasis masyarakat, program ini diharapkan menjadi model yang dapat direplikasi di berbagai wilayah lain di Tanah Air.












