YOGYAKARTA, POPULI.ID – Komisi D DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kesejahteraan warga lanjut usia (lansia), yang jumlahnya kini diperkirakan mencapai lebih dari 50 ribu jiwa di wilayah DIY.
Upaya ini tak hanya berfokus pada perbaikan fasilitas, tetapi juga mendorong pemberdayaan lansia secara lebih menyeluruh dan berkelanjutan.
Hal itu disampaikan anggota Komisi D DPRD DIY, Arif Setiadi, usai melakukan kunjungan monitoring ke Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha (BPSTW) Unit Budi Luhur di Kasongan, Bantul, Jumat (11/7).
Kunjungan ini bertujuan untuk meninjau secara langsung kondisi layanan dan fasilitas yang tersedia bagi para lansia.
“Secara fisik bangunan balai sudah cukup baik, namun sejumlah layanan masih belum maksimal. Keterbatasan anggaran menjadi salah satu hambatan utama,” ujar Arif.
Menurutnya, upaya perlindungan sosial bagi lansia tidak semestinya hanya bergantung pada fasilitas balai.
Pemerintah daerah maupun elemen masyarakat perlu memikirkan model pelayanan alternatif yang lebih memberdayakan lansia, agar mereka tetap merasa berguna dan dihargai.
“Regulasi tentang lansia sudah ada, tinggal bagaimana kita meningkatkan efektivitas pelaksanaannya. Evaluasi terhadap program-program kesejahteraan sosial harus diperkuat, agar benar-benar menyentuh kebutuhan mereka,” lanjutnya.
Arif menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, DPRD, dan stakeholder terkait dalam merumuskan solusi yang tepat, baik dalam bentuk regulasi maupun penambahan anggaran.
“Jika masalahnya adalah anggaran, akan kami perjuangkan. Kalau perlu regulasi baru, kita siap dorong pembuatannya,” tegasnya.
Anggota Komisi D lainnya, Tustiyani, menyoroti minimnya anggaran konsumsi bagi lansia di balai tersebut.
Dengan alokasi hanya Rp25 ribu per hari untuk kebutuhan makan satu orang lansia, ia menilai hal ini jauh dari kata ideal.
“Rp25 ribu sehari itu sangat minim, apalagi jika harus mencukupi kebutuhan nutrisi para lansia. Ini akan menjadi bahan pembahasan kami untuk penambahan anggaran. Nomenklaturnya sudah ada, tinggal political will-nya,” kata Tustiyani.
Senada dengan itu, Ika Damayanti Fatma Negara, anggota Komisi D lainnya, menekankan perlunya pendekatan yang lebih manusiawi dalam merancang kebijakan untuk lansia.
Menurutnya, lansia bukan sekadar kelompok rentan yang harus dilindungi, tetapi juga generasi yang perlu dihormati dan dilibatkan.
“Kita harus melihat lansia bukan hanya sebagai penerima bantuan, tapi juga sebagai individu yang masih bisa berkontribusi dalam masyarakat. Pemberdayaan melalui pelatihan ringan, kegiatan sosial, hingga keterlibatan dalam komunitas harus digalakkan,” ujar Ika.
Ia juga menambahkan bahwa DIY memiliki potensi untuk menjadi contoh daerah ramah lansia di Indonesia, jika seluruh pihak mampu bersinergi dalam memperkuat program dan layanan.
“Yogyakarta harus bisa menjadi provinsi yang menghargai nilai-nilai kearifan lokal, termasuk dalam memperlakukan lansia secara bermartabat. Kita tidak hanya berbicara soal fisik bangunan atau anggaran makan, tapi juga martabat dan peran sosial mereka,” tandas Ika.