SLEMAN, POPULI.ID – Setelah melewati proses penyelidikan yang berjalan dengan tempo melambat, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman akhirnya menetapkan mantan Bupati Sleman Sri Purnomo sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata Tahun Anggaran 2020.
Diketahui, kasus dugaan penyelewengan dana hibah pariwisata Tahun Anggaran 2020 telah naik ke tahap penyidikan pada awal April 2023 lalu.
Sejak saat itu, Kejari Sleman telah memeriksa lebih dari 200 saksi termasuk di antaranya eks Bupati Sleman Sri Purnomo, anaknya Raudi Akmal hingga Bupati Sleman terpilih periode 2024-2029 Harda Kiswaya.
Tetapi, dalam perjalanannya, sejumlah pihak sempat meragukan keseriusan Kejari Sleman lantaran pengusutannya terkesan berjalan lamban.
Dua tahun kemudian, tepatnya Selasa (30/9/2025) Kejari Sleman menunjukkan sikapnya dengan menetapkan Sri Purnomo yang tak lain adalah suami dari eks Bupati Kustini sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana hibah pariwisata tersebut.
Lalu apa sebetulnya dana hibah pariwisata itu yang belakangan menjerat mantan orang nomor satu di Sleman.
Dana hibah pariwisata merupakan anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai upaya “penyelamatan” terhadap sektor pariwisata yang terdampak pandemi Covid-19.
Mengutip dari laman Kemenparekraf, pemerintah pusat mengucurkan bantuan senilai Rp3,3 miliar sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) utamanya untuk membangkitkan kembali industri pariwisata. Dana hibah tersebut disalurkan kepada 101 Kabupaten/Kota di 34 provinsi.
Sebanyak 101 daerah tersebut terkurasi berdasarkan beberapa kriteria, yaitu ibu kota 34 provinsi berada di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) dan 5 Destinasi Super Prioritas (DSP), daerah yang termasuk 100 Calendar of Event (COE), destinasi branding, juga daerah dengan pendapatan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran (PHPR) minimal 15 persen dari total PAD tahun anggaran 2019.
Menparekraf Wishnutama kala itu menjelaskan, hibah pariwisata dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah. Sebesar 70 persen untuk usaha hotel dan restoran berdasarkan data realisasi PHPR (Pajak Hotel dan Pajak Restoran) pada 2019 di pemerintah daerah masing-masing.
Kabupaten Sleman menjadi satu di antara wilayah yang turut mendapat kucuran dana hibah pariwisata tersebut.
Ishadi Yazid yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman pada awal Februari 2023 pernah mendedahkan alur dana hibah pariwisata yang mengucur ke bumi Sembada.
Ia menyebut awalnya pagu anggaran dana hibah pariwisata nilainya Rp68,5 miliar. Tetapi kemudian yang ditransfer nilainya yakni Rp49,7 miliar.
Dana hibah tersebut dicairkan melalui dua tahapan. Tahap awal yakni 23 November 2020. Dana yang dicairkan yakni Rp34,2 miliar. Kemudian pada tahap berikutnya senilai Rp15,4 miliar.
Sesuai ketentuan, dana hibah tersebut disalurkan ke industri pariwisata sebesar 70 persen. Kemudian 28,5 persen dipakai untuk sosialisasi serta implementasi program Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability atau CHSE.
CHSE ini menjadi syarat utama yang harus dipenuhi industri pariwisata selama masa pandemi.
Sementara itu, dana hibah tersisa yakni sebesar 1,5 persen digunakan untuk biaya operasional serta review APIP.
Peraturan Bupati No.49/2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata kemudian diterbitkan.
Setelah itu menyusul diterbitkannya Surat Keputusan Bupati Sleman No.84 tentang Petunjuk Pelaksanaan Hibah Pariwisata Kabupaten Sleman. Dasarnya sudah ada naskah perjanjian hibah Kemenparekraf dan Pemkab Sleman tanggal 5 November 2020.
Bertentangan dengan Perjanjian Hibah
Namun di kemudian hari berdasar penyelidikan mendalam yang dilakukan Kejari Sleman usai menetapkan Sri Purnomo sebagai tersangka telah ditemukan bukti awal adanya pelanggaran.
Kejari Sleman Bambang Yunianto menyebut, modus yang digunakan SP adalah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata pada 27 November 2020. Peraturan ini mengatur alokasi hibah dan menetapkan penerima hibah pariwisata kepada kelompok masyarakat di luar desa wisata dan desa rintisan wisata yang sudah ada.
“Perbuatan SP ini mengakibatkan kerugian keuangan negara berdasarkan laporan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY nomor PE.03/SR-1504/PW/12/5/2024 tanggal 12 Juni 2024 sebesar Rp 10,95 miliar,” ungkap Bambang.
SP dijerat melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor.