YOGYAKARTA, POPULI.ID – Memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh setiap 10 Oktober, Pusat Rehabilitasi Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat dan berbagai organisasi masyarakat (ormas) sipil dan akademisi seperti LAKI dan Rumpun Nurani, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tenaga kesehatan (nakes), serta komunitas anak muda menggelar serangkaian kegiatan bertajuk “Kesehatan Mental bagi Generasi Muda: Akses, Kesadaran, dan Harapan.”
Kegiatan melibatkan lebih kurang 100 peserta dari perwakilan kepala dinas di Pemda DIY, kepala SMA di DIY, siswa dan siswi SMA di DIY, serta komunitas yang bergerak di isu kesehatan mental di DIY.
Kegiatan tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam membangun kesadaran publik dan memastikan layanan kesehatan mental dapat diakses secara inklusif oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda.
Menurut World Health Organization, kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan di mana individu mampu menyadari potensi, mengatasi tekanan hidup, bekerja produktif, dan berkontribusi bagi komunitas.
Namun, stigma sosial, minimnya akses layanan, serta rendahnya literasi kesehatan mental membuat isu itu kerap terabaikan.
Data nasional menunjukkan sekitar 30 persen dari 280 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental.
Hasil Indonesia–National Adolescent Mental Health Survey mengungkap bahwa 5,5 persen remaja berusia 10 tahun sampai 17 tahun atau sekitar 2,45 juta anak terdiagnosis memiliki gangguan mental.
Tekanan akademik, paparan media sosial, kekerasan dalam keluarga, serta dampak pandemi Covid-19 menjadi faktor utama yang memperburuk kondisi tersebut.
Riset Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran pada 2021 bahkan menunjukkan, 96,4 persen remaja tidak memahami cara mengelola stres gara-gara masalah yang dihadapi.
Sebagai langkah konkret, Pemda DIY bersama mitra ormas sipil dan akademisi menggelar rangkaian kegiatan edukatif dan partisipatif, meliputi Seminar Internasional Kesehatan Mental dengan menghadirkan narasumber dari pemerintah, akademisi, psikiater, dan praktisi kesehatan mental.
Melalui kegiatan itu, Pemda DIY menegaskan arti penting kolaborasi berbagai pemangku kepentingan pemerintah, tenaga kesehatan, ormas sipil, keluarga, dan komunitas untuk menciptakan sistem dukungan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
“Disinilah pendekatan teknokratis nan bijak diperlukan. Sebuah tata kelola yang didasarkan kepada data, terukur, dan berkelanjutan. Pemerintah bertugas menyediakan infrastruktur fisik dan sosial, fasilitas kesehatan, rehabilitasi, dan perlindungan hak bagi mereka yang paling rentan, termasuk yang tak memiliki keluarga. Mari jadikan momen ini sebagai titik tolak kolektif untuk membangun sebuah ekosistem kesehatan mental DIY yang lebih resilien, integratif, dan berkelanjutan,” kata Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwana X, seperti dibacakan oleh Sukamto, Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Hukum, Pemerintahan, dan Politik, Kamis (9/10/2025), di Gedung Radyosuyoso, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta.
“Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mengatasi permasalahan di masyarakat, baik karena masalah ekonomi, sosial, maupun lainnya. Di masyarakat sudah dibentuk pendamping dengan penanganan dari instansi pemerintah dan secara mandiri dilakukan oleh masyarakat. Dengan kolaborasi antara pemerintah, instansi swasta seperti Yakkum, Insyaallah permasalahan kesehatan mental bisa teratasi.” imbuhnya.
Muhammad Rafli, Program Officer ASIK Pusat Rehabilitasi Yakkum, mengatakan, bicara soal kesehatan mental adalah bicara versi terbaik dari diri kita.
Di Yakkum, sebutnya, ada Program ASIK yang berfokus kepada upaya preventif dan promotif.
“Kita lihat ada tren yang terjadi di kalangan anak muda. Satu di antaranya kurangnya ruang diskusi dan saling mendengarkan di tingkat sekolah dan mahasiswa. Upaya itu coba kami fasilitasi melalui program ASIK. Ada tren anak muda melakukan self diagnose. Pelan-pelan, kami coba edukasi teman-teman ketika merasa tidak baik-baik saja. Banyak ruang untuk mereka bisa akses ke psikolog. Teman-teman muda cuma butuh diedukasi, dan didekati. Ketika mereka sudah terbuka untuk cerita, kasus itu bisa kita hilangkan,” paparnya.
Berikut beberapa rekomendasi bagi anak-anak muda DIY yang disepakati dalam forum dan ingin disampaikan kepada pemerintah:
A. Bagi Lembaga Pendidikan
– Mengembangkan program yang mendukung kesehatan mental, psikososial, untuk warga sekolah, seperti, edukasi kesehatan mental, dukungan teman sebaya, dan pelatihan tentang pertolongan pertama gangguan psikologis.
– Mendorong lembaga pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi untuk berpartisipasi dalam upaya promotif dan preventif kesehatan mental bagi remaja dan dewasa muda.
– Meningkatkan pelayanan program konseling di sekolah dan perguruan tinggi.
– Mengembangkan layanan kesehatan mental yang mudah diakses dan sesuai kebutuhan remaja dan dewasa awal.
– Mendorong sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di DIY untuk berkomitmen menciptakan ekosistem sekolah sehat, aman secara fisik, sosial-emosional, psikologis, dan lingkungan belajar yang suportif.
– Mengintegrasikan topik kesehatan mental, psikososial, dan kesejahteraan sosial-emosional dalam pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi.
– Membangun dan memperkuat sistem rujukan dan dukungan kesehatan mental yang komprehensif, melibatkan berbagai sektor, seperti sekolah, perguruan tinggi puskesmas, dan organisasi non-pemerintah, untuk memberikan penanganan yang komprehensif kesehatan mental bagi orang muda.
B. Bagi Pemerintah
– Memberikan ruang ekspresi bagi orang muda di komunitas.
– Mempromosikan keterlibatan orang muda dalam perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan mental.
– Mengintegrasikan kesehatan mental dalam kurikulum sekolah di berbagai tingkatan, dari dasar hingga menengah, untuk meningkatkan literasi kesehatan mental sejak dini.
– Mengimplementasikan kebijakan strategis yang menjamin pelayanan kesehatan mental dan rehabilitasi sosial bagi disabilitas psikososial yang aksesibel, terjangkau, dan mengakomidasi hak-hak penyandang disabilitas psikososial.
– Memperkuat kapasitas profesional, pendidik, dan organisasi pemuda dalam mendukung kesejahteraan mental.
– Meningkatkan akses skrining dan rujukan kesehatan mental, layanan kesehatan mental sejak dini, dan pelayanan bagi orang dengan disabilitas psikososial.
– Memprioritaskan program dan layanan kesehatan aksesibel bagi orang muda.
C. Bagi Kalangan Muda
– Memotivasi orang muda untuk menjaga pola hidup sehat, menjaga keseimbangan hidup, membangun hubungan sehat dan dengan keluarga, teman, serta komunitas.
– Mendorong pemanfaatan media sosial secara positif dan mempromosikan lingkungan yang aman bagi kesehatan mental orang muda.
– Meningkatkan kesadaran diri dan kemampuan mengelola stres.
– Turut aktif dalam usaha promosi dan preventif kesehatan mental.
– Tidak ragu untuk mencari bantuan profesional jika mengalami masalah sosial-emosional dan kesehatan mental.
D. Bagi Masyarakat
– Mengubah cara pandang tentang orang dengan gangguan psikososial dengan istilah/bahasa yang lebih berempati, bukan stigma negatif.
– Keluarga dan masyarakat memberi perhatian dan dukungan emosional kepada orang muda serta membantu mengembangkan keterampilan mengelola emosi, stres, dan dukungan sosial.
– Meningkatkan pemahaman publik dan literasi tentang pentingnya kesehatan mental.
– Masyarakat didorong untuk aktif mempromosikan kesehatan mental.
– Membangun jejaring antar sekolah, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga-lembaga agama, serta organisasi pemuda untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental bagi semua.