YOGYAKARTA, POPULI.ID – Pengamen di kawasan Malioboro merasakan dampak larangan beroperasi karena tidak lolos seleksi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
Satu di antaranya pengamen tuna netra, Mujiono. Ia mengaku sebelumnya tidak pernah dilibatkan dalam berbagai sosialisasi aturan penertiban pengamen di kawasan Malioboro.
Ia menyebut para pengamen yang bisa tampil merupakan binaan dari Dinas Kebudayaan.
“Kami tidak diajak, cuma beberapa kali pas razia pagi, saya diminta mematikan speaker. Kami tidak diberikan solusi mau dikemanakan,” katanya saat ditemui, Kamis (9/10/2025).
Ia mengaku khawatir apabila dilarang mengamen di kawasan Malioboro. Kendati begitu, ia mengaku masih tetap nekat mengamen bersama sesama profesi lainnya karena aturan yang diberlakukan Pemkot Yogyakarta belum permanen.
Selain berprofesi sebagai pengamen, dirinya juga mengaku sebagai tukang pijat. Ia mengaku terdesak mengamen karena ingin membelikan anaknya motor.
“Anak saya kuliah, butuh motor ojol itu selalu berat saya bertekad. Buktinya 2 bulan saya ngamen bisa membelikan motor,” katanya.
“Saya merasa enak begini nyari uang, kok enak begini. Malamnya saya masih mijet buat tambahan,” ujarnya.
Ia mengaku mendapat gaji sebesar Rp1,5 juta dari panti dimana dia bekerja dengan 50-60 pelanggan.
“Kalau ngamen, direkap anak saya itu paling minim Rp5,3 juta, tertinggi Rp8,1 juta,” jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa dirinya merasa keberatan dengan seleksi pengamen yang diberlakukan oleh Pemkot Yogyakarta.
“Bagi kami teman-teman tunanetra kami yang punya kekurangan, tidak seperti orang normal,” katanya.
Dirinya berharap agar pengamen yang tidak terseleksi bisa diberikan kesempatan di jam-jam tertentu.
Sementara itu, Yanti, salah seorang pengamen angklung di pedestrian Malioboro mengaku senang dengan kesempatan yang diberikan oleh Pemkot Yogyakarta.
Sebelumnya, ia bersama dengan personil pengamen angklung, mengaku kesulitan mendapat penghasilan.
“Setelah di sini agak mending, kalau main di pedestrian. Memang beda di dalam Teras Malioboro itu susah dapatnya (penghasilan), soalnya dalam teras itu tamu ada yang masuk ada yang enggak,” ujarnya.
Ia mengaku mendukung aturan yang diberlakukan kepada pengamen. Dirinya yang tergabung dalam grup Rajawali Angklung dibina oleh Dinas Kebudayaan dan UPT Malioboro.
“Angklung itu ikonnya Malioboro. Kami tampil ingin menghibur para pengunjung sekalian promosi. Kami sering diundang ketika masyarakat lagi ada acara,” ujarnya.
Sebelumnya Pemkot Yogyakarta tengah berupaya menertibkan pengamen jalanan terkhusus yang ada di kawasan Malioboro.
Pemkot telah menyiapkan lima titik yang bisa ditempati para pengamen.
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menjelaskan pengamen yang ada di kawasan Malioboro telah diseleksi Dinas Kebudayaan. Terdapat 116 pengamen yang tersebar di kawasan Tugu Jogja, Malioboro hingga Titik Nol Kilometer.
“Jadi yang terseleksi akan ditempatkan di lima titik yang disediakan. Jadi mereka tidak bisa keliling sendiri-sendiri. Nah ini para pengamen akan dikurasi sebelum ditempatkan di titik yang disediakan,” jelasnya.
Ia menegaskan akan ada sanksi bagi pengamen yang tak mengikuti aturan.
“Ya akan ditertibkan nanti, akan ada sanksi ya bisa tipiring,” ungkapnya.
(populi.id.Hadid Pangestu)