YOGYAKARTA, POPULI.ID – Aroma dupa perlahan menyebar di udara Rumah Duka PUKJ Yogyakarta, Kamis (24/4/2025) siang. Di sana, jenazah Kanjeng Mas Tumenggung Tanoyo Hamiji, atau yang lebih dikenal sebagai Hamzah Sulaeman, disemayamkan.
Pendiri House of Raminten itu tutup usia pada Rabu (23/4/2025) malam pukul 22.34 WIB di RSUP Dr. Sardjito. Ia wafat dalam usia 75 tahun.
“Untuk siang ini, jenazah masih berada di ruang duka karena banyak kolega beliau yang datang. Nanti sore akan dilanjutkan dengan misa,” ujar Maria Euprasia, Public Relations PT Hamzah HS, saat ditemui di lokasi, Kamis (24/4/2025).
Bagi yang mengenal, Hamzah Sulaeman bukan hanya pendiri restoran berkonsep budaya Jawa, lebih luas ia adalah seniman peran yang menciptakan tokoh Raminten dalam pertunjukan ketoprak komedi Pengkolan.
Tokoh tersebut di kemudian hari melekat kuat pada citra dirinya: eksentrik, hangat, dan sangat Jawa.
Kiprahnya di dunia bisnis hingga loyalitas dan totalitasnya dalam dunia seni di Yogyakarta, membuat sosok Hamzah pun banyak memberi inspirasi kepada khalayak.
“Kesederhanaannya menginspirasi banyak orang. Walau sudah duduk di kursi roda, beliau masih sempat menyapa siapa saja yang ditemuinya,” cerita Maria.
Tak berapa lama berkisah tentang pribadi Hamzah, senyum Maria mengendur seiring suara doa yang terus bergema di ruang duka.
Rangkaian ritual tersebut, lanjutnya, akan berlangsung hingga Sabtu (26/4/2025) mendatang.
Nantinya, jenazah akan diberangkatkan ke TPU Madurejo, Prambanan, untuk prosesi kremasi.
Maria menyebut, sebelum mangkat, Hamzah kerap berpesan untuk tetap memelihara dan melestarikan tradisi Jawa yang merupakan tempat dan tanah yang selama ini dipijaknya.
“Beliau selalu berpesan agar kita nguri-uri budaya. Anak-anak muda sekarang cenderung mengagumi budaya luar, padahal budaya Jawa khususnya luar biasa,” lanjutnya.
Riwayat Hamzah Sulaeman
Hamzah dikenal sebagai pendiri House of Raminten dan Mirota Batik yang kini bertransformasi menjadi Hamzah Batik.
Bisnis itu ia jalankan bersama saudaranya, meneruskan warisan orang tua mereka, Hendro Sutikno dan Tini Yuniarti, pendiri Grup Mirota.
Selama hidupnya, Ia mengabdi pula sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Ia menutup perjalanan hidupnya bukan sekadar sebagai pebisnis atau aktor, melainkan sebagai penjaga budaya Jawa.
Reporter: Kristiani Tandi Rani