SLEMAN, POPULI.ID – Persidangan perdana terkait dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, dimulai hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Kamis (22/5/2025). Gugatan ini diajukan oleh advokat asal Makassar, Ir. Komardin, yang hadir langsung di lokasi sejak pagi.
“Tadi malam saya ke sini, tiba sekitar pukul 20.30 WIB. Saya sendiri, tapi di sini ada teman-teman juga,” ujar Komardin kepada awak media di halaman pengadilan, Kamis (22/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa gugatan tersebut merupakan inisiatif pribadinya. Komardin mengaku telah menyiapkan sejumlah dokumen pendukung sebagai bahan pembuktian dalam sidang.
“Ini kita ingin membuktikan ijazah yang diduga palsu. Artinya, yang bisa menentukan UGM karena semua dokumen yang ada di situ,” katanya.
Pihak yang digugat dalam perkara ini antara lain Rektor Universitas Gadjah Mada, para Wakil Rektor I hingga IV, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, serta Ir. Kasmudjo.
Dalam permohonannya, Komardin meminta majelis hakim memerintahkan seluruh tergugat menyerahkan berbagai data akademik terkait.
“Oleh karena itu, kita masukkan permohonan kepada hakim untuk meminta data-data mahasiswa dan calon mahasiswa. Jadi ada 14 itu pokok gugatannya,” jelas Komardin.
Beberapa dokumen yang diminta antara lain daftar dosen Fakultas Kehutanan UGM tahun 1980–1985, nama-nama calon mahasiswa tahun ajaran 1979/1980, serta data mahasiswa yang dinyatakan lulus pada periode tersebut. Ia juga meminta ditunjukkan Kartu Rencana Studi (KRS) milik Joko Widodo dari semester pertama hingga akhir.
Selain itu, Komardin menginginkan skripsi asli atas nama Joko Widodo turut diperlihatkan di persidangan, lengkap dengan sepuluh skripsi milik lulusan lain sebagai pembanding. Ia juga meminta UGM menyediakan duplikat ijazah Jokowi beserta sepuluh duplikat ijazah dari lulusan tahun yang sama.
“Memerintahkan kepada tergugat untuk menyerahkan 10 Duplikat Ijazah yang lulus pada tahun 1985 sebagai pembanding ijazah Joko Widodo mantan Presiden RI,” tegasnya.
Dalam pokok gugatannya, Komardin juga menuntut informasi mengenai Ketua Jurusan Teknologi Kayu, Dekan Fakultas Kehutanan, dan Rektor UGM pada tahun 1985. Selain itu, ia memohon agar pihak tergugat hadir langsung di sidang, bukan diwakilkan oleh kuasa hukum.
Menurutnya, seluruh dokumen tersebut perlu diuji secara terbuka di pengadilan. Untuk itu, ia mengusulkan kehadiran tim forensik dengan perlengkapan yang dibutuhkan guna melakukan pemeriksaan langsung di depan hakim dan publik.
“Kami ingin menghadirkan tim forensik dengan peralatannya. Dokumen akan diuji di depan pengadilan secara terbuka, agar seluruh rakyat Indonesia dapat menyaksikannya,” katanya.
Komardin menegaskan tidak ingin proses penyelesaian perkara ini melalui mediasi. Ia menyatakan pembuktian langsung lebih penting ketimbang saling menjawab dalam dokumen. “Kalau mediasi tanpa pembuktian, kami tolak. Ya, harus ada pembuktian. Karena ini sudah viral ke seluruh Indonesia,” ujarnya.