YOGYAKARTA, POPULI.ID – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan di DIY memicu perhatian Koalisi Warga Jogo Banyu Yogyakarta.
Dalam audiensi bersama Komisi C DPRD DIY, Senin (26/5/2025), mereka menuntut keterlibatan masyarakat dalam pembahasan, sembari membawa temuan mencemaskan.
Terdapat 101 titik kerusakan lingkungan kategori rusak berat di wilayah pertambangan DIY.
Perwakilan Koalisi, Jaya Darmawan, menyebut situasi tambang di DIY selama ini penuh kekacauan.
Ia mengacu pada hasil Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Pemda DIY yang menunjukkan penyelenggaraan tambang belum terkendali secara tata kelola.
“Kerusakan lingkungan makin masif, sementara masyarakat tak pernah diajak membahas pasal demi pasal dalam Raperda ini,” katanya dalam forum audiensi dengan Komisi C DPRD DIY.
Selain degradasi kawasan tangkapan air di Merapi, ia juga mengingatkan dampak ekologis serius seperti terancamnya pembentukan Gumuk Pasir di Pantai Selatan fenomena langka yang hanya ada dua di dunia.
Dalam keterangannya, ia mengungkap bahwa terdapat lebih dari 60 pelaku usaha tambang yang tidak mematuhi aturan.
Ia menyebut lemahnya pengawasan dan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin menjadi penyebab utama.
“Ada rekomendasi teknis yang dikeluarkan tanpa prosedur. Tapi penindakannya minim,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa sebelum pembahasan lanjutan Raperda dilakukan, harus ada penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Koalisi juga meminta DPRD melakukan review atas Perda lama secara terbuka dan melibatkan masyarakat sipil.
“Raperda ini harus sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, bukan justru memperburuk daya dukung lingkungan yang sudah rapuh,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Ketua Komisi C DPRD DIY, Nur Subiyantoro, menyatakan pembahasan Raperda masih berada di tahap awal dan ruang partisipasi publik tetap terbuka.
“Kami belum masuk pembahasan pasal. Jadi, aspirasi masyarakat masih bisa difasilitasi melalui pansus,” ujarnya.
Ia menyebut Raperda ini disiapkan untuk menyempurnakan Perda DIY No. 1/2018, mengingat dinamika lapangan dan perubahan iklim yang berpengaruh pada pertambangan.
“Situasi berubah, terutama dampak lingkungannya. Maka, perlu penyesuaian agar tambang tidak mengganggu visi DIY sebagai destinasi wisata berbasis ekologi,” ucapnya.
Menurutnya, penyusunan Raperda perlu memasukkan prinsip ekonomi hijau dan memperhatikan aspek lingkungan serta keberlanjutan kawasan strategis seperti sumbu imajiner.
“Target kami, selain memberi ruang ekonomi, juga menjaga keseimbangan ekologis. Keseimbangan itu penting dalam pembangunan,” imbuhnya.