BANTUL, POPULI.ID – Konflik yang terjadi antara India dan Pakistan dapat memicu ketidakstabilan regional, bahkan hingga memengaruhi hubungan antar negara di Asia.
Beberapa ahli pun mengkhawatirkan kemungkinan adanya senjata nuklir yang bisa digunakan oleh kedua negara, yang pastinya dapat melanggar prinsip humaniter. Untuk menghindari hal tersebut, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) perlu menjadi mediator kunci dalam menangani konflik India-Pakistan ini.
Hal tersebut disampaikan oleh pakar keamanan regional sekaligus dosen National University of Singapore (NUS), Prof. Bilveer Singh, Ph.D. Bilveer menyampaikan pemaparannya tersebut dalam acara kuliah tamu “The 5th India-Pakistan War and Impact to Asia”, yang diselenggarakan oleh Progam Studi (Prodi) Magister Hubungan Internasional (MIHI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Selasa (27/5) di Ruang Sidang Lt. 1 Gedung Pascasarjana UMY.
Bilveer, yang dikenal sebagai ahli isu keamanan dan terorisme di Asia Tenggara, memberikan analisis mendalam mengenai potensi dan dampak konflik militer antara India dan Pakistan, khususnya dalam skenario perang kelima, serta implikasinya terhadap stabilitas dan dinamika keamanan di kawasan Asia.
Dalam paparannya, Bilveer menekankan pentingnya memahami faktor-faktor penyebab ketegangan India-Pakistan, serta bagaimana konflik ini dapat memicu ketidakstabilan regional dan memengaruhi hubungan antarnegara di Asia. Ia pun khawatir senjata nuklir memungkinkan untuk digunakan kedua negara, yang pastinya melanggar prinsip humaniter.
“Tidak bisa dipungkiri, kedua negara menggunakan terorisme sebagai senjata proxy. Satu yang saya takutkan, penggunaan senjata nuklir atau aktivitas nuclear exchange. Tidak hanya 1.7 miliar penduduk mereka yang akan terhapus dari bumi, tapi kita (Asia) juga akan terdampak,” kata Bilveer, saat membuka paparan materinya.
Bilveer mengamati, negara-negara anggota ASEAN dalam hal ini tidak menyambut baik eskalasi konflik yang berimplikasi pada instabilitas geopolitik. ASEAN dalam posisi ini tidak ingin memihak dalam konflik abadi dan berharap bahwa model ASEAN dapat bermanfaat bagi India dan Pakistan. Pendekatan utama ASEAN adalah tetap netral, membina kerja sama regional, keberagaman kemitraan politik dan keamanan.
“DNA kita (ASEAN) itu adalah saling berdiskusi untuk membuat titik temu, berbicara tentang hasil, dan model perdamaian yang keberlanjutan,” lanjut Bilveer.
Lebih lanjut, Bilveer menekankan bahwa persaudaraan antar negara-negara ASEAN yang erat dan perang bukan budaya ASEAN, menjadi daya tawar penting sebagai mediator potensial dalam menengahi India dan Pakistan. Ia juga menganggap bahwa ASEAN sebagai masa depan dunia yang memiliki kekuatan ekonomi, politik, dan teknologi yang berkapasitas.
“Kita bisa tutup semua selat-selat kunci perdagangan dunia, kita bisa melumpuhkan dua samudera. Kita rumpun melayu, berperang bukan budaya kita, kita bisa menyediakan platform pertemuan, kita (negara-negara ASEAN) bisa berjalan bersama,” pungkas Bilveer.
Walau begitu, Bilveer belum bisa berkomentar banyak terkait dinamika konflik, karena pekan ini akan diadakan The International Institute for Strategic Studies (IIS) Shangri-La Dialogue 2025, di mana para menteri-menteri pertahanan tiap negara berkumpul untuk membahas isu keamanan terkini. Ini akan menandai perubahan yang besar pada peta konflik India-Pakistan, dengan wacana dan narasi-narasi yang baru.
“Idealnya, saya bicara konflik ini pekan depan, karena pekan ini akan ada pertemuan Shangri-La, pertemuan antar Menteri Pertahanan tiap-tiap negara. Mari kita lihat perkembangan wacananya,” tutup Bilveer dalam sesi tanya jawab dengan para peserta.
Kuliah tamu ini diikuti oleh mahasiswa Pascarjana dan dosen HI UMY. Acara kuliah tamu ini merupakan bagian dari upaya Prodi MIHI UMY untuk memperkaya wawasan mahasiswa terhadap isu-isu aktual hubungan internasional, sekaligus memperkuat jejaring akademik dengan para pakar internasional. Kegiatan ini juga diharapkan dapat memotivasi mahasiswa untuk terus mengembangkan kepekaan dan analisis kritis terhadap dinamika keamanan global.