SLEMAN, POPULI.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman tengah mempersiapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Kelompok Tani.
Perda tersebut dinilai penting sebagai payung hukum yang memperkuat kelembagaan petani, mendorong regenerasi, serta menjamin keberlanjutan usaha pertanian di Sleman.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, Rofiq Andriyanto, menyampaikan bahwa inisiatif penyusunan perda tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama dengan DPRD, khususnya Komisi C. Menurutnya, perlindungan terhadap kelembagaan petani sudah memiliki dasar hukum sejak lama.
“Undang-undang tentang perlindungan kelembagaan kelompok tani itu sudah ada sejak tahun 2014, kalau tidak salah, jadi kemarin kami bersama teman-teman di Kabupaten Sleman, khususnya Komisi C, bersepakat untuk menindaklanjuti ini dengan Perda.” ujarnya saat ditemui populi.id, Rabu (4/6/2025).
Ia menekankan bahwa perda tersebut bukan sekadar bentuk perlindungan, tetapi juga menjadi strategi pemberdayaan yang menyeluruh.
“Harapannya ke depan, kita bisa mengawal petani di Sleman lebih baik lagi melalui program-program kegiatan yang lebih terstruktur, yang mengarah pada pencapaian kesejahteraan. Atau minimal bisa meningkatkan produksi dan produktivitas di komunitas-komunitas tani,” jelasnya.
Komoditas yang menjadi fokus mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan pemanfaatan lahan pekarangan yang saat ini banyak digarap oleh Kelompok Wanita Tani (KWT).
“Dengan peningkatan pendapatan dan produktivitas, insya Allah tingkat kesejahteraan petani juga akan meningkat,” ucap Rofiq.
Menurut Rofiq, langkah awal yang harus dilakukan adalah membangun perlindungan hukum.
“Kita harus kuatkan kelembagaan di kelompok tani dengan dasar hukum yang jelas. Apakah itu dari undang-undangnya, dari peraturan provinsi, maupun dari perda kabupaten,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan tiga tujuan utama dari perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Kelompok Tani.
“Pertama, terkait dukungan anggaran yang konsisten dan profesional. Insya Allah itu akan lebih mudah kalau perda sudah ada. Kedua, penguatan kelembagaan petani sebagai ujung tombak pembangunan pertanian. Dan yang ketiga, memperkuat koordinasi lintas organisasi perangkat daerah dan stakeholder,” paparnya.
Rofiq mengakui bahwa koordinasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan.
“Tidak mungkin kami bekerja sendiri. Alhamdulillah, sudah diawali dengan kemitraan bersama teman-teman Komisi C. Luar biasa dukungan mereka, mulai dari kunjungan lapangan, pengawalan anggaran melalui pokok-pokok pikiran, sampai komitmen mendorong regulasi ini.”
Ia menambahkan, perda tersebut juga akan membuka ruang kerja sama dengan sektor swasta.
“Kalau sudah ada perda, insya Allah lebih mudah untuk menjalin kemitraan dan menarik lembaga-lembaga swasta yang peduli terhadap sektor pertanian,” kata Rofiq.
Sebagai contoh, Rofiq menyinggung kerja sama yang telah dilakukan untuk pengembangan pupuk hayati cair.
“Kami di tanaman pangan kemarin bekerjasama dengan beberapa perusahaan untuk membuat demplot pupuk hayati cair. Kenapa itu yang kami dorong? Karena kita sudah terlalu lama bergantung pada bahan kimia dalam proses budidaya,” ujarnya.
Menurutnya, pupuk hayati menjadi bagian dari langkah menuju pertanian sehat.
“Kalau pupuk subsidi itu kan pupuk kimia. Itu sudah urusan pemerintah pusat. Tapi kami di kabupaten ingin agar ke depan, produk pertanian kita lebih sehat dan bisa mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat,” tambahnya.
Langkah menuju pertanian sehat tersebut juga telah tertuang dalam Surat Edaran Bupati tentang Budidaya Tanaman Sehat.
“Kami sudah punya regulasi itu. Kami mengajak petani untuk mengurangi penggunaan bahan kimia. Kalau sebelumnya dosisnya 100%, sekarang kita kurangi jadi 50%, digabungkan dengan pupuk organik atau hayati,” terang Rofiq.
Tantangan Regenerasi Petani
Terkait regenerasi petani, ia mengakui tantangan yang dihadapi tidak kecil.
“Tantangannya banyak. Anak-anak muda sekarang punya banyak pilihan pekerjaan di luar pertanian, apalagi di dunia digital. Tapi itu keniscayaan. Maka kami juga mengarah ke digitalisasi sektor pertanian,” ungkapnya.
Ia menyebut berbagai teknologi sudah mulai diperkenalkan kepada petani muda, mulai dari alat tanam padi mekanis, alat panen mekanis, sampai drone untuk penyemprotan dan pemupukan.
Bahkan di hortikultura, Rofiq menyampaikan telah menggunakan teknologi alat siram tanaman berbasis IoT, yakni penyiraman cukup dengan kontrol dari jarak jauh.
Menurutnya, pendekatan teknologi ini sangat membantu mendorong minat petani milenial.
“Program petani milenial sudah berjalan hampir tiga tahun dan tetap kami lanjutkan. Kita juga akses program dari Kementerian Pertanian, dari Badan Pengembangan SDM. Kami ingin pertanian tetap relevan bagi generasi muda,” tegasnya.
Ia juga menyoroti peran Kelompok Wanita Tani (KWT) dalam regenerasi.
“Kenapa kami dorong KWT? Karena ketika perempuan melakukan sesuatu di bidang pertanian, biasanya mereka juga melibatkan keluarganya. Itu bisa memudahkan proses regenerasi,” tambahnya.
Di akhir penyampaiannya, Rofiq menyatakan optimisme bahwa dengan hadirnya perda ini, pembangunan sektor pertanian di Sleman akan lebih terarah dan berkelanjutan.
“Perda ini akan menjadi pijakan penting. Kami ingin petani lebih kuat, lebih sejahtera, dan pertanian Sleman bisa menjadi sektor andalan yang tidak hanya produktif, tapi juga sehat dan modern,” pungkasnya.