SLEMAN, POPULI.ID – Kekecewaan mendalam mewarnai proses penerimaan siswa baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejumlah orang tua murid mempertanyakan keadilan dan transparansi sistem zonasi yang justru menyisakan tanda tanya besar.
Meskipun jarak tempat tinggal hanya beberapa ratus meter dari sekolah negeri tujuan, sejumlah siswa justru gagal lolos seleksi.
Kondisi ini memicu protes dari para orang tua yang merasa diperlakukan tidak adil meski telah memenuhi seluruh persyaratan administrasi.
“Rumah saya cuma 200 meter dari sekolah itu. Kami tinggal di sini lebih dari lima tahun. Tapi anak saya tidak diterima, malah yang dari jauh yang lolos,” ujar Wahyu Prasetyo (41), warga Kalurahan Triharjo, Senin (9/6/2025).
Senada dengan Wahyu, seorang wali murid berinisial Y dari Kalasan juga mengaku kecewa karena anaknya tak masuk daftar siswa diterima, meski semua dokumen telah diunggah sesuai ketentuan.
“Saya sudah datang berkali-kali ke sekolah, tapi jawabannya cuma satu: anak saya tidak masuk. Tidak dijelaskan kenapa,” keluh Y.
Ia bahkan mendengar kabar bahwa ada calon siswa yang memanfaatkan alamat kerabat di dekat sekolah untuk mengakali sistem zonasi.
Keadilan Zonasi Dipertanyakan, Kecurigaan Manipulasi Muncul
SPMB jalur zonasi seharusnya memberi kemudahan bagi siswa yang tinggal dekat dengan sekolah negeri.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, memunculkan dugaan adanya manipulasi data domisili dan ketidakjelasan kuota.
“Kalau yang lolos justru dari luar zona, lalu sistem ini sebenarnya untuk siapa?” kata Sutrisno (45), warga Beran, Ngaglik. Ia juga gagal memasukkan anaknya ke sekolah negeri meski berjarak sangat dekat dari rumah.
Warga mulai mendesak pemerintah membuka data penerimaan secara transparan, termasuk lokasi domisili siswa yang diterima dan jaraknya dari sekolah.
“Kami minta data lengkap. Tunjukkan siapa saja yang diterima, dan seberapa jauh rumah mereka dari sekolah. Kalau sistemnya adil, buktikan,” tegas Sutrisno.
Minim Respons, Orang Tua Diminta Pasrah
Kekecewaan kian mendalam karena hingga kini pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan dinilai belum memberikan klarifikasi yang jelas.
Beberapa wali murid mengaku hanya diarahkan ke jalur sekolah swasta tanpa solusi konkret.
“Tidak ada penjelasan detail, hanya disuruh tunggu atau cari sekolah lain. Padahal kami hanya ingin keadilan,” ujar Y.
Kini, warga Sleman mendesak pemerintah daerah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem zonasi SPMB.
Mereka juga berharap adanya ruang aduan yang benar-benar terbuka dan solusi nyata agar kejadian serupa tidak terus terulang setiap tahun.
“Kalau seperti ini terus, siapa yang bisa menjamin anak-anak kami tidak akan mengalami hal yang sama tahun depan?” tutup Wahyu dengan nada getir.