SLEMAN, POPULI.ID – Sebanyak 25 kepala keluarga yang mengikuti program transmigrasi di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara mengalami nasib miris.
Harapan para korban Erupsi Merapi 2010 tersebut untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di tanah rantau justru kini hidup dalam ketidakpastian.
Lahan usaha seluas dua hektare yang sempat dijanjikan pemerintah hingga kini urung mereka terima sebagaimana mestinya.
Padahal jatah lahan beserta sertifikatnya tersebut telah tercantum dalam nota kesepahaman (MoU) yang disepakati pemerintah untuk warga korban erupsi Merapi asal Sleman yang mengikuti program transmigrasi ke Konawe.
Fakta tersebut diungkap anggota DPR RI asal Yogyakarta Totok Daryanto ketika melakukan sosialisasi kebijakan biomassa di Konawe pada Mei lalu.
Ia menyebut warga yang ditempatkan pada Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) Arongo, Desa Laikandonga, Kecamatan Ranomeeto Barat saat ini baru menerima satu hektare lahan dari yang seharusnya dua hektare yang diberikan.
“Kami menerima ada konflik lahan yang tengah dihadapi warga Sleman di Konawe. Para transmigran ini baru menerima satu hektare dari dua hektare yang dijanjikan pemerintah,” terangnya kepada awak media.
Berikut kronologi permasalahan yang menimpa para transmigran asal Sleman:
2 Desember 2010
Dilaksanakan Perjanjian Kerja Sama antara Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Sleman telah ditandatangani 2 Desember 2010 Nomor 595/699/2011 dan 61/KDH.PK/A/2010 tentang Penyelenggaraan Program Transmigrasi di Lokasi Arongo Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pasal 5 Tugas dan Tanggung Jawab Pihak Pertama dalam ayat 2 tertuang menyediakan dan menyerahkan lahan sesuai kebutuhan untuk transmigrasi yang bebas dan tidak tumpang tindih dengan kepentingan lain atau bermasalah serta memenuhi kriteria kelayakan pembangunan permukiman transmigrasi baru dengan perolehan lahan seluas 2 HA tiap KK terinci sebagai berikut : Lahan Pekarangan seluas 0,25 HA; Lahan Usaha I seluas 0,75 HA ; Lahan Usaha II seluas 1 HA.
23 November 2011
Penempatan Transmigran DIY Asal Kabupaten Sleman ke UPT Arongo sejumlah 25 KK = 86 Jiwa pada tanggal 23 Nopember 2011 berdasarkan SPP Dirjen P2KTrans/XI/2011 Tanggal 4 Nopember 2011.
UPT Arongo merupakan lokasi transmigrasi yang mulai dibangun tahun 2008 dengan jumlah transmigran 500 KK (75 KK asal Bali, 25 KK asal DIY, 48 KK asal Jawa Barat, 100 KK Asal Jawa Timur, 10 KK asal Jawa Tengah dan 242 KK asal Transmigran lokal).
Penempatan 2010 : TPA Bali dan Jatim serta TPS/translok.
Penempatan 2011 : TPA Bali, DIY, Jatim dan Jabar serta TPS/translok.
Penempatan 2012 : TPA Jatim dan Jateng serta TPS/translok.
Lahan Pekarangan dan RTJK diberikan pada saat penempatan telah dilaksanakan Pemkab Konawe Selatan.
Terbagi dalam 2 wilayah administrasi : 390 KK di Blok J Desa Arongo Kecamatan Landono dan 110 KK di Blok I Desa Laikandongan Kecamatan Ranomeeto Barat.
Tahun 2012
Lahan Usaha I diberikan 3 bulan sd paling lambat 1 tahun sejak penempatan telah diserahkanan Pemkab Konawe Selatan sejumlah 312 HA dengan rincian 250 HA untuk TPA (Bali dan Jawa) dan 52 HA untuk TPA/Trans Lokal.
Tahun 2013-2015
Lahan Usaha II seluas 500 HA belum diserahkan oleh Pemkab Konawe Selatan kepada warga transmigran.
Alternatif penyelesaian mengganti Lahan Usaha II dengan kompensasi sapi dilakukan secara bertahap. Sejumlah 426 KK telah menerima sapi sebagai pengganti Lahan Usaha II. Sedangkan sejumlah 74 KK atau sisanya tidak bersedia .
Tahun 2012-2015
Sebanyak 12 KK Transmigran asal Sleman meninggalkan lokasi dengan berbagai alasan, sehingga yang menetap tinggal 13 KK.
Tahun 2015
Terjadi konflik yang dipicu oleh kehadiran PT Merbau Jaya Indah bergerak di perkebunan sawit yang menggusur Lahan Usaha I yang memiliki ijin lokasi perkebunan yang beririsan dengan lahan Warga Blok I UPT Arongo.
Konflik ini telah diadukan kepada Presiden oleh HPA (Himpunan Petani Arongo Blok I) yang diketuai oleh Sdr. Ujang dengan didampingi WALHI dan KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria).
Tahun 2017
Tindak lanjut dan pelaporan ke Presiden dan Kepala Deputi Planologi Kantor Staf Presiden.
30 Maret 2021
Rapat Fasilitasi Penanganan Permasalahan Pertanahan Transmigrasi di Kantor Bupati Konawe Selatan yang dipimpin Sekda Konawe Selatan dengan kesepakatan :
Pemda mengupayakan anggaran untuk kekurangan kompensasi yang belum diberikan kepada 74 KK;
Pemkab Konawe Selatan segera melakukan pendampingan penyelesaian permasalahan lahan antara warga PT Merbau Indah Jaya;
Kemendesa PDT dan Transmigrasi bersama Kementerian ATR/BPN, Kementerian LHK dan Kementerian Dalam Negeri akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap progress penyelesaian permasalahan di Kabupaten Konawe Selatan.
29 November 2022
Audiensi Disnaker Kabupaten Sleman dan Ditjen PPKTrans perihal koordinasi dan konsultasi Permasalahan Arongo yang didasarkan pada Surat Aduan TPA Asal Sleman Sdr. Ujang tanggal 18 Oktober 2022 dan Surat Kadisnakertrans DIY Nomor : 595/21860 Tanggal 17 November 2022 Perihal Permohonan Tindak Lanjut Penyelesaian Permasalahan Lahan UPT Arongo Kab. Konawe Selatan.
Hasil Notulensi Audiensi adalah Disnaker Kab. Sleman akan menanggapi Surat Pengaduan Serikat Petani Konawe Selatan sebagai pelapor dan Ditjen PPKTrans akan berkoordinasi dengan Pemkab Konawe Selatan dalam rangka penyelesaian pertanahan transmigrasi.
Tahun 2023
Bulan Agustus 2023 terjadi penggusuran kembali di UPT Arongo Blok I.
Tahun 2025
Anggota Komisi XII DPR RI Totok Daryanto mendapat laporan lisan dan melalui WA dari warga TPA Sleman dan Jawa Barat pada saat sosialisasi lahan biomassa.
19 Mei 2025
Diprakarsai DPD RI Komite 2 Umar Bonte beserta Pemkab terkait dilakukan pertemuan antara pihak perusahaan dan warga transmigran yang terkena gusur namun belum membuahkan hasil.
17 Juni 2025
Bupati Sleman Harda Kiswaya bersama Disnakertrans Sleman dan DIY menemui warga transmigrasi asal Sleman yang terjebak dalam konflik lahan di Konawe untuk mengetahui lebih jelas duduk permasalahan yang menimpa mereka