DIY, POPULI.ID – Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyarankan penyelesaian persoalan nasabah Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) Galur dan Wates, Kulon Progo, melalui jalur hukum perdata. Jalur perdata menjadi opsi paling memungkinkan secara hukum untuk menyelesaikan kasus ini.
Saran tersebut disampaikan Sri Sultan pada perwakilan nasabah yang tergabung dalam Paguyuban Nasabah BUKP Kulon Progo pada Jumat (04/07) di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Sri Sultan didampingi pula oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santoso.
Wiyos menjelaskan, putusan pengadilan ini nantinya bisa dijadikan dasar untuk Pemda DIY melakukan pengembalian dana kepada nasabah. Pemda DIY tidak memiliki dasar yang cukup kuat untuk mengembalikan dana secara langsung karena perbedaan antara data pencatatan internal dengan bukti milik para nasabah. Jika dilakukan tanpa dasar hukum, pengembalian justru berpotensi menjadi temuan dan pelanggaran.
“Ngarsa Dalem juga menyampaikan, ‘silakan tuntut Pemda lewat perdata’, sehingga kami jadi jelas. Berdasar hukumnya, bahwa kami mengembalikan tuntutan mereka itu jelas,” terang Wiyos dikutip Sabtu (5/7/2025).
Menurutnya, dengan mekanisme perdata, para nasabah dapat menunjuk pengacara dan memberikan kuasa untuk mengajukan gugatan terhadap BUKP. Nantinya, Pemda DIY akan menjadi pihak tergugat kedua karena merupakan pemilik lembaga tersebut.
“Kalau nanti pengadilan menyatakan bahwa catatan yang dimiliki nasabah itu sah dan terbukti, maka Pemda wajib mengembalikan dana yang dimaksud. Jumlahnya pun akan disesuaikan dengan bukti hukum yang sah,” tambah Wiyos.
Ia juga menyebut, sistem pembukuan keuangan pemerintah menganut prinsip double entry, sehingga jika ada penambahan jumlah dana, maka harus ada keseimbangan di sisi pencatatannya. “Kalau tidak ada jodohnya (pencatatan pasangan), maka itu tidak sah. Nanti malah akan jadi temuan baru, jadi solusinya hanya lewat perdata,” ujarnya.
Terkait kemungkinan adanya penggelapan atau unsur pidana, Wiyos menyampaikan bahwa kejaksaan telah memulai penyelidikan berdasarkan pemberitaan media. Namun, ia menekankan bahwa proses pidana tidak serta-merta mengembalikan hak-hak nasabah.
“Pidana fokus pada menghukum pelaku. Tapi pengembalian dana nasabah tetap harus melalui perdata,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Nasabah BUKP Kulon Progo, Sasmito Nugroho, menyambut baik hasil audiensi dengan Gubernur DIY dan Pemda DIY. Menurutnya, ini adalah titik awal yang baik untuk memperjuangkan hak-hak para korban.
“Ngarsa Dalem tadi memberikan satu solusi, yaitu kita harus ke perdata. Penuntutan di perdata itu satu-satunya solusi karena ini soal utang-piutang,” kata Sasmito.
Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya para nasabah telah berusaha meminta penjelasan dari BUKP, namun tidak mendapatkan penyelesaian. “Akhirnya kami bersurat ke Bapak Gubernur dan hari ini kami diterima,” ungkapnya.
Sasmito menyebut total kerugian dari nasabah di BUKP Galur mencapai sekitar Rp5,2 miliar, sementara di Wates sekitar Rp3,2 miliar, dengan jumlah korban mencapai 200-an orang. Sayangnya, proses pencairan tabungan menjadi buntu karena pihak BUKP menyatakan tidak memiliki kas.
Ia juga menegaskan bahwa mayoritas nasabah memiliki bukti setoran yang sah. Buku rekening dan kwitansi semua ada. Barang bukti inilah yang nanti akan digunakan sebagai dasar untuk proses hukum perdata.
Namun, Sasmito juga mengakui bahwa tidak semua setoran nasabah tercatat dalam sistem resmi BUKP. “Itu akal-akalannya oknum BUKP sendiri. Dan mungkin juga karena kebodohan kami yang terlalu percaya. Nasabah tahunya setor, tapi ternyata tidak dimasukkan ke sistem,” tuturnya.
Meski begitu, ia tetap optimis bahwa proses perdata bisa membuka jalan bagi nasabah untuk mendapatkan haknya kembali. “Harapannya ya nanti diperdata bisa dikabulkan, dan diganti sesuai prosedur. Provinsi juga sudah menyatakan siap, asalkan ada dasar hukumnya,” pungkasnya.