YOGYAKARTA.POPULI.ID — Sudah sepekan ini, setiap pagi Iksan sibuk menata umbul-umbul dan bendera merah putih di tepi Jalan Juminahan, tepat di depan Rusunawa Graha Bina Harapan, Kota Yogyakarta.
Di balik deretan kain merah putih yang berkibar ditiup angin, tersimpan cerita tentang perjuangan yang jauh lebih besar dari sekadar berdagang atribut kemerdekaan.
Sudah beberapa tahun, Iksan menggantungkan hidup dari penjualan bendera menjelang 17 Agustus.
Namun, semangatnya tahun ini terasa berat, seberat kenyataan bahwa omzetnya nyaris tak menyentuh angka yang ia harapkan.
“Biasanya, di tanggal segini omzet sudah Rp10 juta. Tahun ini, baru dapat Rp3 juta, itu pun sudah digabung dengan jualan bambu,” tuturnya dengan nada pasrah saat ditemui Senin (28/7/2025).
Sejak mulai menggelar lapaknya pada 22 Juli lalu, harapan Iksan untuk menyambut masa panen justru berubah menjadi kecemasan.
Penjualan sepi. Para pembeli kian langka.
Ia menduga, selain karena masyarakat masih menggunakan bendera lama, banyaknya pedagang musiman dari luar daerah, terutama dari Garut, Jawa Barat menambah sesaknya persaingan.
Namun, bukan hanya sepinya pembeli yang membuat Iksan was-was. Setiap tahunnya, ia harus meminjam dana dari bank sebagai modal usaha.
Kini, hasil penjualan yang tak seberapa membuatnya kesulitan menutup pinjaman.
Tak jarang, ia harus memikirkan cara lain untuk menyambung hidup dan membayar uang sekolah anaknya yang kini duduk di kelas VIII SMK.
“Jualan begini, buat bayar sekolah aja masih kurang,” katanya lirih.
Tak menyerah, Iksan pun mencari celah. Di sela-sela waktunya berdagang, ia kini menarik ojek online dengan akun dan motor milik saudaranya.
Tapi itu pun tak bisa dilakukan setiap waktu. Terkadang motornya harus dipakai anak sekolah, atau tenaganya dibutuhkan untuk memperbaiki barang rusak—kerjaan serabutan yang dilakoni demi menambah penghasilan.
“Kalau ada kerjaan benerin-benerin barang, ya nggak bisa narik. Kalau motornya dipinjam anak sekolah, ya nunggu dia pulang dulu,” katanya, sambil menatap jalanan yang makin lengang.
Meski langit Agustus mulai memerah, semangat Iksan tak luntur. Di balik bendera yang ia jual, ada tekad untuk terus bertahan.
Karena baginya, kemerdekaan bukan hanya soal merayakan sejarah, tapi juga tentang memperjuangkan hidup hari ini.
(populi.id/Hadid Pangestu)