SLEMAN, POPULI.ID – Industri perhotelan di Sleman menghadapi tantangan cukup berat sepanjang Semester I 2025. Data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sleman mencatat rata-rata tingkat hunian hotel hanya mencapai 51,77 persen, turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 59,64 persen.
Ketua PHRI Sleman, Andhu Pakerti, menjelaskan bahwa penurunan ini dipicu oleh berbagai faktor eksternal yang sulit dikendalikan, mulai dari kebijakan nasional hingga insiden tak terduga yang memengaruhi kenyamanan wisatawan.
“Tahun ini banyak variabel yang membuat orang berpikir ulang untuk bepergian. Mulai dari efisiensi anggaran pemerintah, kecelakaan laut, hingga kemacetan akibat proyek pembangunan,” ungkap Andhu saat dikonfirmasi, Senin (28/7/2025).
Dalam rinciannya, hotel berbintang di Sleman mencatat okupansi sebesar 51,70 persen, sementara hotel nonbintang berada di angka 50,9 persen. Ini menandai penurunan dibandingkan 2024, ketika hotel berbintang masih mencatat 60,24 persen.
Meski hotel nonbintang justru naik dari sebelumnya yang hanya 35,36 persen, tren keseluruhan tetap menunjukkan pelemahan.
Andhu menyebut efisiensi anggaran pemerintah sebagai salah satu penyebab utama berkurangnya perjalanan dinas, yang selama ini menjadi penopang utama tingkat hunian hotel. Selain itu, berbagai kejadian luar biasa seperti kecelakaan laut dan proyek pembangunan jalan turut menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung.
“Waktu tempuh yang lebih lama karena kemacetan membuat banyak wisatawan akhirnya membatalkan rencana menginap. Ini jelas berdampak ke pelaku usaha,” tambahnya.
Faktor ekonomi global juga tidak bisa diabaikan. Menurut Andhu, tren perjalanan sangat sensitif terhadap fluktuasi ekonomi, termasuk tarif dan kesepakatan dagang internasional yang mempengaruhi psikologis pelancong.
Meski dirundung tantangan, PHRI Sleman tetap menatap optimistis Semester II 2025. Kolaborasi dengan agen perjalanan sedang digencarkan untuk membangun kembali kepercayaan wisatawan.
“Kami menyusun program dengan travel agent agar bisa menawarkan paket-paket menarik, terutama ke destinasi unggulan seperti Prambanan, Borobudur, dan Kraton Yogyakarta,” ucap Andhu.
Namun, ia menegaskan bahwa keberhasilan mendorong angka kunjungan juga bergantung pada perbaikan infrastruktur dan stabilitas nasional. “Agen perjalanan perlu keyakinan bahwa destinasi ini aman dan nyaman untuk dijual ke wisatawan,” jelasnya.
Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, turut mengomentari kondisi pariwisata DIY secara keseluruhan. Ia menyebut kehadiran jalan tol yang menghubungkan hingga Prambanan memberi dampak positif terhadap kunjungan wisatawan.
Meski demikian, ia menilai pelaku industri harus terus berbenah.
“Hotel, restoran, hingga tempat wisata jangan hanya andalkan lokasi. Harus ada keunikan yang membuat wisatawan datang bukan hanya untuk menginap, tapi untuk merasakan sesuatu yang berbeda,” tegas Deddy. (Gregorius Bramantyo)