YOGYAKARTA, POPULI.ID – Ketua Komisi D DPRD DIY R.B. Dwi Wahyu menyoroti kasus perundungan yang dialami oleh salah satu dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berinisial EN di RSUP Dr Sardjito.
Ia menyebut perundungan yang terjadi disebabkan karena belum tersosialisasinya sistem kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut.
“Karena tidak ada kesepahaman aturan yang berlaku di rumah sakit tentang pelayanan pasien, maka bagaimana mengantisipasi terjadi perundungan itu tidak terjadi,” katanya, Selasa (26/8/2025).
Ia menyampaikan bahwa rumah sakit perlu memperluas informasi terkait sistem layanan yang diberikan.
Ia menyampaikan bahwa kesembuhan pasien juga dipengaruhi oleh kepercayaan keluarga kepada rumah sakit atas pelayanan yang diberikan.
“Bagaimana sistem itu tersosialisasi milik kepada keluarga pasien dan pasien itu sendiri, sehingga tidak terjadi kecurigaan,” kata Dwi.
“Maka bicara trust 50 persen dari kesembuhan itu trust terhadap rumah sakit,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya keselarasan kurikulum melalui link and match antara perguruan tinggi dengan rumah sakit.
“Di lembaga, kalau tidak match maka akan terjadi kontra, misalnya rumah sakit menerapkan kurikulum A maka di lembaga pendidikan mereka mendapatkan kurikulum model B, kan nggak match,” kata Dwi.
Terjadinya perundungan di RS Sardjito disebutnya perlu menjadi cerminan terkait pelayanan yang diberikan oleh seluruh rumah sakit yang ada di DIY.
Pihaknya menyampaikan akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk melakukan pengawasan terhadap pelayanan yang diterapkan di rumah sakit.
“Kita akan koordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk mengevaluasi pelayanan publik pasien di rumah sakit yang ada di DIY,” katanya.
Terkait dengan peristiwa perundungan di RSUP Dr Sardjito, ia menyebut tidak bisa melakukan intervensi karena kelembagaan berada diBawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
“Karena RSUP Dr Sardjito itu vertikal milik Kementerian, kita tidak punya kewenangan masuk kesana, tapi karena berada di teritori DIY, Akan menjadi perhatian komisi D,” katanya.
Sebelumnya, seorang dokter yang tengah menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di RSUP Dr Sardjito menjadi korban kekerasan oleh salah seorang keluarga pasien.
Hal tersebut mencuat usai peristiwa tersebut mencuat di media sosial beberapa waktu lalu. Tidak hanya perilaku kekerasan, Dokter residen berinisial EN itu diduga juga disebut juga mendapatkan tindakan rasial.
Manajer Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Banu Hermawan menyampaikan bahwa pihaknya menerima seorang pasien dalam keadaan kritis.
“Kami diterima di UGD kita dan sudah berupaya melakukan tindakan medis sesuai prosedur medis, namun pada Sabtu dini hari dini hari tidak tertolong,” katanya dalam jumpa pers di Ruang Bulat RSUP Dr Sardjito, Senin (25/8/2025).
Kematian pasien tersebut membuat keluarga merasakan kesedihan yang mendalam dan dilampiaskan kepada dokter PPDS tersebut hingga terjadi kontak fisik.
“Terjadi kontak fisik walaupun tidak ada luka,” katanya.
Berdasarkan keterangan keluarga yang melakukan pemukulan, pengakuan sebagai keluarga Dirut RSUP Sardjito merupakan spontanitas usai menerima kenyataan pasien meninggal.
Pihak keluarga juga telah bersepakat untuk damai atas peristiwa tersebut.
“Kami mengatakan ini bahwa kasus ini selesai melalui surat penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh pihak RSUP Dr Sardjito dan keluarga,” jelasnya.
[populi.id/Hadid Pangestu]