YOGYAKARTA, POPULI.ID – Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, telah menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 100.3.4/3479/2025 tentang pelaksanaan pembatasan plastik sekali pakai. SE itu adalah upaya optimalisasi pelaksanaan Peraturan Wali (Perwal) Kota Yogyakarta nomor 40 tahun 2024 tentang pengurangan timbulan sampah plastik sekali pakai.
Lewat SE itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berupaya membatasi penggunaan plastik sekali pakai di masyarakat dan pelaku usaha.
“Fokus awalnya adalah pasar-pasar tradisional, karena di situlah aktivitas penggunaan plastik sangat tinggi,” ujar Hasto, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, pasar tradisional menjadi titik strategis karena aktivitas belanja yang intens dengan volume plastik yang tinggi, terutama dari pembungkus belanjaan kecil. Pemkot akan mendorong kebiasaan baru kepada warga agar membawa wadah berulang saat berbelanja.
“Di pasar-pasar itu kami sosialisasi, kalau datang ke pasar ya bisa bawa wadah berulang. Jangan jagake semua dibungkus plastik,” jelasnya.
Hasto juga menyoroti perkembangan pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta. Ia menyebut beberapa depo sampah yang sebelumnya sering penuh kini mulai menunjukkan perbaikan kondisi.
“Hari ini beberapa depo seperti di Pengok, Mandala Krida, RRI, dan THR itu kondisinya yang biasanya paling banyak disorot, hari ini kosong. Kami mencoba untuk menyeimbangkan antara yang masuk dengan yang keluar,” katanya.
Namun, ia juga mengakui upaya tersebut masih terus dikembangkan. Pemkot juga masih memaksimalkan kuota pengangkutan sampah ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Kota Yogyakarta saat ini diberikan kuota sebesar 3.000 ton dari Pemerintah Provinsi DIY.
“Sekarang ini diberikan kuota 3.000 ton, kami manfaatkan tapi kami masih nawar lagi. Mudah-mudahan sampai Desember itu masih diberikan kuota,” ucap Hasto.
Lebih lanjut, Hasto menekankan pentingnya keberhasilan program Masyarakat Jogja Olah Sampah (Mas JOS), khususnya inisiatif pengumpulan sampah organik melalui emberisasi. Program ini memfokuskan pada pengumpulan limbah makanan dari rumah tangga, seperti sisa nasi dan sayur, yang sebelumnya berkontribusi besar terhadap bau dan lindi di depo.
“Kemarin hampir tertahan mendekati 15 ton per hari, dengan hampir 600 ember besar per hari tercollecting sisa nasi, sisa sayur, yang biasanya itu lari ke depo. Itulah yang membuat depo itu sering bau. Sangat berpengaruh kalau gerakan ember ini sukses, ya depo tidak bau, lindi tidak ada, kering,” bebernya.
Saat ini, Pemkot telah mendistribusikan 6.000 ember pengolahan sampah organik ke setiap kelurahan. Namun baru sekitar 500 ember yang aktif digunakan. Target minimal adalah 1.000 ember aktif yang diharapkan bisa menahan sekitar 50 ton sampah rumah tangga per hari agar tidak sampai ke depo.
“Jangan sampai akhir tahun, terlalu lama. Kan ember yang sudah kami bagi ada 6.000. Harusnya tinggal menggerakkan terus, sekarang sudah ada Jumilah (Juru Pengawas Pemilahan Sampah). Menurut saya mbok jangan akhir tahun, akhir bulan lah,” tutur Hasto.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Rajwan Taufiq, menjelaskan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan serta Dinas Perindustrian Koperasi dan UKM untuk mensosialisasikan SE Wali Kota itu kepada para pelaku usaha perdagangan di pasar rakyat dan para pelaku UMKM agar membatasi penggunaan plastik sekali pakai.
“Contoh supermarket tidak menyediakan kantong plastik sehingga masyarakat harus membawa tas dari rumah. Jika masih menyediakan kantong plastik sekali pakai, harganya dibuat lebih mahal sehingga masyarakat akan membawa tas sendiri,” terangnya.
Rajwan mengungkapkan, SE itu juga diterapkan di lingkungan Pemkot Yogyakarta. Organisasi perangkat daerah di Pemkot Yogyakarta diharapkan tidak menggunakan kemasan atau wadah plastik sekali pakai jika menyediakan makan minum dalam kegiatan.
“Kami akan pantau dalam satu bulan ini. Bulan depan kami evaluasi bagaimana tindak lanjutnya di masyarakat dan pelaku usaha,” ujarnya.