SLEMAN, POPULI.ID – Pemerintah Kabupaten Sleman terus memperkuat komitmennya dalam mengangkat martabat petani melalui berbagai terobosan kebijakan. Di antara tantangan krusial yang masih dihadapi petani adalah persoalan distribusi pupuk bersubsidi yang berbelit dan tak merata.
Sarijo, petani dari Padukuhan Jogokerten, Kalurahan Trimulyo, Kecamatan Sleman, menuturkan bahwa kelangkaan pupuk masih menjadi momok utama setiap musim tanam.
“Kalau sudah tanam padi, pasti yang dikhawatirkan pupuknya. Kadang langka, kadang telat datang,” ungkapnya dalam talkshow Srawung Sleman bertema “Mengangkat Martabat Petani Sleman”, Selasa (1/7/2025).
Namun, menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Sleman, Shodiqul Qiyar, kelangkaan pupuk sebenarnya bukan karena kekurangan stok, melainkan karena distribusinya yang terlalu kompleks dan terkunci oleh aturan teknis, termasuk keharusan memiliki Kartu Tani.
“Masalahnya bukan di pupuknya, tapi di sistem distribusinya. Kartu Tani itu hanya dimiliki pemilik lahan, sementara banyak petani penggarap tidak punya,” jelas Qiyar.
Akibatnya, para petani penggarap yang menyewa lahan menjadi sulit mengakses pupuk bersubsidi karena tak tercatat secara resmi sebagai penerima.
Menjawab persoalan ini, Pemkab Sleman tengah menyiapkan skema distribusi baru yang lebih ramah petani. Pupuk bersubsidi nantinya akan disalurkan langsung oleh Pupuk Indonesia ke koperasi “Desa Merah Putih” yang tersebar di 86 kalurahan, melalui koordinasi dengan Gapoktan.
Kabar baiknya, sistem ini juga memungkinkan pembelian pupuk hanya dengan KTP, tanpa harus menggunakan Kartu Tani.
“Inilah terobosan baru agar petani tidak lagi kesulitan mendapatkan pupuk,” tegas Qiyar.
Tak hanya soal pupuk, DPRD Sleman juga baru saja mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Kelompok Tani.
Anggota Komisi C, Bondan Triyana, mengatakan perda ini akan menjadi payung hukum penting dalam menjaga dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Perda ini akan memperkuat program-program pertanian yang lebih terarah, baik untuk peningkatan produksi maupun pendapatan petani,” ujarnya.
Perda ini juga mencakup dukungan bagi pengembangan komoditas pangan, hortikultura, perkebunan, hingga pengelolaan lahan pekarangan yang banyak digarap oleh Kelompok Wanita Tani (KWT).
“Dengan penghasilan yang meningkat dan produktivitas yang naik, kita harapkan petani di Sleman bisa makin sejahtera,” lanjut Bondan.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Eko Sugianto Ngadirin, memaparkan tiga pilar utama dalam perda tersebut: konsistensi anggaran, penguatan kelembagaan tani, dan sinergi lintas perangkat daerah serta stakeholder.
“Perda ini memudahkan kami dalam membangun kolaborasi, baik dengan legislatif, maupun sektor swasta yang peduli pertanian,” kata Eko.
Ia mencontohkan kolaborasi yang telah dilakukan dalam pengembangan demplot pupuk hayati cair. Langkah ini bagian dari dorongan menuju pertanian sehat, mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia.
“Kami ingin pertanian Sleman bergerak ke arah yang lebih ramah lingkungan. Itu juga sudah dituangkan dalam Surat Edaran Bupati tentang Budidaya Tanaman Sehat,” jelasnya.
Dalam edaran itu, petani didorong mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen, dengan mengombinasikan pupuk organik atau hayati demi hasil pertanian yang lebih sehat dan aman bagi masyarakat.