SLEMAN, POPULI.ID – Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sleman mencatat realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada semester pertama tahun 2025 mencapai Rp689,973 miliar atau 48,22 persen dari target sebesar Rp1,430 triliun.
Kepala BKAD Sleman, Abu Bakar, mengatakan sektor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) menjadi kontributor terbesar dalam pencapaian PAD saat ini.
“BPHTP menunjukkan progres yang cukup baik, berbeda dengan sektor pajak restoran dan hotel yang saat ini stagnan,” ujarnya, Jumat (1/8/2025).
Stagnasi ini, lanjut Abu, terutama terjadi di sektor pajak akomodasi, seperti hotel dan restoran. Penurunan jumlah wisatawan dan berbagai pembatasan kunjungan di beberapa daerah menjadi faktor utama yang mempengaruhi stagnasi tersebut.
“Wisatawan berkurang, terutama karena adanya larangan dan pembatasan di beberapa tempat, sehingga berdampak langsung pada pendapatan dari sektor pajak akomodasi,” jelasnya.
BKAD Sleman juga menaruh perhatian pada potensi homestay eksklusif yang mulai banyak bermunculan di Sleman, khususnya yang memiliki standar fasilitas setara hotel.
“Homestay ini sudah memiliki fasilitas seperti hotel terutama yang berbentuk villa dengan kapasitas 10 kamar ke atas. Ini berpotensi menjadi sumber PAD baru,” kata Abu.
Pertimbangan tersebut diambil karena Pemkab Sleman menerima banyak keluhan dari pegiat hotel. Jumlah wisatawan tinggi, namun pendapatan yang diperoleh tidak sebanding. Wisatawan lebih memilih menginap di homestay dibanding hotel.
Untuk itu, BKAD Sleman juga telah bekerja sama dengan Dinas Pariwisata untuk mendata sejumlah homestay tersebut. Selain itu, menurut Abu, event-event pariwisata seperti festival musik dan festival otomotif juga memberikan dampak positif terhadap pendapatan daerah.
“Kegiatan-kegiatan seperti itu sangat membantu meningkatkan PAD karena menarik pengunjung,” tambahnya.
Selain itu, Abu juga menyoroti kondisi hotel-hotel kecil di kalurahan yang mulai terdampak berkurangnya tamu. Terutama hotel kelas menengah ke bawah. Untuk itu, BKAD Sleman berencana menyusun instrumen dan standar operasional prosedur (SOP) guna meningkatkan pendapatan daerah secara optimal dan merata.
“Kami ingin memastikan ada kesetaraan, sehingga hotel-hotel kecil juga bisa pulih dan memberikan kontribusi maksimal pada PAD,” ucapnya.
Pengelola Homestay Perlu Dibina
Terpisah, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pengelolaan homestay dan indekos harian.
Ia menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa fasilitas-fasilitas yang disediakan pengelola memenuhi standar keamanan dan pelayanan yang baik.
Sebab, apabila wisatawan yang menginap di penginapan jenis tersebut merasa kecewa, hal ini dapat merusak citra sektor akomodasi secara keseluruhan.
Deddy juga menyoroti dampak keberadaan homestay dan indekos harian terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Menurutnya, penginapan semacam itu belum tentu terdaftar secara resmi dan tidak selalu memenuhi kewajiban pajak. Sementara hotel-hotel yang tergabung dalam PHRI telah mematuhi peraturan dan membayar pajak sesuai ketentuan.
“Fenomena ini mulai muncul pada 2023 dan semakin marak pada 2024. Kami melihat ini membuat hotel-hotel non-bintang di kalangan anggota kami merasa tidak adil,” kata Deddy.