YOGYAKARTA, POPULI.ID – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta tengah memperkuat upaya pengurangan sampah plastik sekali pakai dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 100.3.4/3479/2025. SE tersebut menjadi langkah optimalisasi pelaksanaan Peraturan Wali Kota Yogyakarta (Perwal) nomor 40 tahun 2024 tentang pengurangan timbulan sampah plastik sekali pakai.
Bagi sejumlah UMKM, kebijakan ini menjadi tantangan baru sekaligus pemicu perubahan. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Dewi, pemilik usaha minuman tradisional di kawasan Mantrijeron. Ia mengaku sejak awal tahun mulai mengganti gelas plastik dan sedotan sekali pakai dengan kemasan ramah lingkungan.
“Dulu kami pakai gelas plastik untuk take away. Sekarang beralih ke botol kaca dan plastik daur ulang untuk yang take away. Modalnya memang lebih besar, tapi kami pelan-pelan belajar adaptasi,” kata Dewi saat ditemui, Selasa (15/10/2025).
Namun, ia tak menampik bahwa tidak semua konsumen menerima perubahan ini dengan mudah. Tak jarang, ia juga harus menjelaskan kepada pelanggan mengapa harga produknya sedikit naik.
“Ada pelanggan yang nanya kok harganya sedikit naik. Tapi pelan-pelan kami jelasin,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan oleh Sutrisno, pelaku UMKM kuliner di kawasan Mergangsan yang biasa melayani pesanan nasi berkat dan tumpeng. Ia mulai mengganti kantong plastik dan styrofoam dengan besek bambu dan wadah daun pisang.
“Kadang kami harus nyediain dua sampai tiga lapis pembungkus biar makanan tetap aman. Biayanya sedikit bertambah,” ungkapnya.
Sutrisno menyebut, keterbatasan bahan alternatif dan harga yang lebih tinggi menjadi tantangan utama. Ia berharap ada dukungan lanjutan dari pemerintah dalam bentuk subsidi atau pelatihan pengemasan ramah lingkungan bagi UMKM.
Dalam Surat Edaran terkait pengurangan sampah plastik, Pemkot Yogyakarta mengarahkan masyarakat serta pelaku usaha, untuk mulai meninggalkan penggunaan plastik sekali pakai dalam aktivitas sehari-hari.
Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta, Tri Karyadi Riyanto Raharjo, menjelaskan pihaknya secara aktif menyosialisasikan Perwal ini kepada para pelaku UMKM, satu di antaranya melalui gerakan Masyarakat Jogja Olah Sampah (Mas JOS). Gerakan ini mendorong pelaku usaha untuk menggunakan bahan ramah lingkungan dan tidak menggunakan plastik sekali pakai.
“Setiap ada event, kami selalu mendengungkan gerakan Mas JOS. Kami upayakan UMKM memakai barang-barang yang ramah lingkungan dan menghindari plastik,” ujar Totok.
Lebih lanjut, Tri menyebutkan sektor UMKM di Yogyakarta didominasi oleh kuliner, fashion, dan kerajinan (craft), dengan sektor kuliner sebagai yang terbesar. Ia mengakui pelaku UMKM kuliner selama ini banyak menggunakan plastik, terutama sebagai wadah makanan. Namun, kesadaran perlahan mulai tumbuh.
“Sekarang alhamdulillah mereka sudah mulai mengurangi penggunaan plastik. Mereka mulai sadar, karena memang sampah plastik itu sulit diolah dan sulit didaur ulang,” ucapnya.
Dalam sejumlah event pameran yang difasilitasi Pemkot, Totok menyebut dinasnya juga mengedukasi tidak hanya pelaku UMKM, tetapi juga pengunjung. Salah satu inisiatif yang diperkenalkan adalah lodong sisa dapur (losida), alat pengolahan sisa makanan agar tidak langsung menjadi sampah.
“Kami kedepankan juga edukasi ke pengunjung. Misalnya kalau ada sisa makanan bisa diolah pakai losida. Jadi tidak langsung dibuang,” katanya.
Totok menambahkan pemantauan terhadap kepatuhan UMKM dalam pengelolaan sampah juga dilakukan rutin. Dinasnya juga memiliki kelurahan binaan, seperti Prawirodirjan, di mana edukasi dan pembinaan pengelolaan sampah terus digencarkan. Termasuk mendorong pemilahan sampah organik dan non-organik sesuai arahan wali kota.
Bahkan, kata dia, pelaku UMKM kini mulai proaktif mengingatkan konsumennya untuk tidak membuang sampah sembarangan, termasuk soal penggunaan kantong plastik.
“UMKM-UMKM kami sekarang sudah mulai mengingatkan konsumennya juga. Mereka minta pembeli jangan buang sembarangan, jangan pakai kantong ini. Jadi kesadaran itu mulai tumbuh,” tuturnya.