SLEMAN, POPULI.ID – Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno menyoroti aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh sejumlah penambang di Kali Progo.
Ia menilai penggunaan alat bantu sedot untuk pertambangan di wilayah sungai secara terus menerus beresiko menciptakan longsor akibat pendalaman endapan.
“Saya nggak tahu speknya alat sedot, tapi dengan alat sedot itu intensitas pengambilan lebih banyak dan tidak terkontrol jumlahnya,” kata Eko saat dihubungi, Kamis (22/10/2025).
Selain itu, jika dilakukan secara berlebihan, maka aktivitas tersebut akan merusak sempadan sungai yang membuat jebolnya jembatan, pergerakan tanah, serta permukaan air yang turun.
“Dengan demikian, sungai akan semakin dalam dan tebingnya tidak stabil. Kalau sungai semakin dalam maka di jembatan akan menggantung dan patah, seperti di jembatan di Sungai Progo itu jembatanya rusak, bikin jembatan baru,” imbuhnya.
Terkait dengan aktivitas pertambangan di Kali Progo ia mengaku tidak mengetahui hal tersebut. Kendati begitu, menurut regulasi, pertambangan disebutnya telah dilarang.
“(Pertambangan) menurut Peraturan Gubernur tidak boleh, kecuali pertambangan yang dibolehkan itu tambang rakyat. Tapi ketika dilakukan terus-menerus, itu sedimen berkurang dan semakin habis,” ujarnya.
Dirinya menilai, selama ini pihak terkait belum terlalu serius melakukan pengawasan pertambangan di wilayah Kali Progo. Terlebih sejumlah pihak banyak pihak yang mengklaim bahwa pertambanhan yang dilakukan atas nama rakyat.
“Yang menjadi masalah adalah ketika mengaku sebagai pertambangan rakyat, tapi ternyata bukan,” ujar Eko.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar para penambang dapat menempatkan pertambangan sesuai dengan porsinya dan di tempat yang tidak berisiko menyebabkan perubahan kondisi lingkungan.
Hal tersebut bisa dilakukan disebutnya tanpa menggunakan alat bantu, atau dilakukan secara manual.
“Itu pendekatan lebih seperti itu ngambil sebatas endapan kosong di pulau kecil, seperti itu. Kaya pendekatan orang petani yang dipanen, jangan lebih,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan sejumlah pekerja tambang dari Paguyuban Penambang Progo Sejahtera (PPPS) mendatangi Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) pada Rabu (15/10/2025).
Korlap PPPS Umar menyampaikan para pekerja tambang merasa resah karena selama kurang lebih 7 bulan mereka tidak bisa bekerja.
Berdasarkan Rekomendasi Teknis (rekomtek) terakhir dari BBWSSO yang sebelumnya diberikan untuk Alat Bantu Kerja dengan memanfaatkan pompa sedot untuk pertambangan diganti menggunakan cangkul.
“Rekomtek dulu tahun 2015 itu keluar, setelah mati mau diganti dengan pacul atau alat bantu sederhana. Kalau kami nambang pakai pacul ga bisa gali dalam, harus pakai sedotan,” katanya.
Pihaknya berharap agar rekomtek sebelumnya dapat dilanjutkan agar para pekerja tambang dapat bisa kembali bekerja dan mendapatkan penghasilan.
Dalam orasinya Ketua PPPS Agung Mulyono menyampaikan terpaksa melakukan pelanggaran dalam pertambangan karena lamanya proses perizinan.
“Kami tidak ingin menjadi pencuri tambang,namun karena lamanya proses (perizinan pertambangan) selama 5 bulan, anak kami mau makan apa,? tolong BBWSSO mempercepat proses Rekomtek, jangan lama-lama,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya berpegang teguh pada apa yang disampaikan Presiden Prabowo yang menyebut proses pertambangan dipermudah. “Tapi sampai bawah, kenapa semakin sulit,” katanya.
(populi.id/Hadid Pangestu)












