SLEMAN, POPULI.ID – Keberadaan salak Probo yang kini tengah digandrungi terutama oleh wisatawan yang berkunjung ke Sleman dan sekitarnya turut menjadi perhatian dari DPRD Sleman.
Anggota DPRD Sleman dari Komisi A, Wahyudi Kurniawan melihat ada potensi besar di balik komoditas salak Probo yang mulanya berasal dari Soka Martani.
Salak Probo ini ke depannya jangan hanya menjadi ikon semata seperti halnya pendahulunya yakni salak pondoh, tetapi lebih jauh dari itu, diharapkan bisa turut menggerakkan dan meningkatkan kualitas ekonomi masyakarat terutama para petaninya.
Anggota dewan dari PDI Perjuangan tersebut mengingatkan agar kisah salak pondoh yang kemudian meredup pamornya gegara bibitnya dijual ke luar daerah tak terulang kembali.
Oleh karenanya, ia mendorong pemerintah bisa membuatkan semacam aturan atau bahkan perda untuk memproteksi salak probo sebagai produk unggulan dan ikon Sleman.
“Ya dari kami tentunya ujungnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat Sleman. Jangan hanya cuma ikon dengan patung salak yang besar tapi ternyata ngga bisa menghidupi dan menyejahterakan warganya. Kami berharap ada upaya serius dari pemerintah ke depannya untuk memproteksi produk unggulan ini supaya tetap benar-benar jadi ikon Sleman yang bisa menghidupi,” tegasnya kepada populi.id, Senin (3/1/2025).
Ia mengusulkan perlu dibuatnya perda yang mengatur agar keberadaan salak Probo ini tetap lestari dan benar-benar terlindungi keberadaan dalam arti tetap berada di Sleman bukan di tempat lain.
“Tentu kalau bisa ada perda yang bisa mengatur ini, ini aset buat petaninya juga buat Sleman. Jangan sampai seperti nasib salak pondoh yang kemudian bibitnya dijual serampangan hingga kemudian ujungnya merugikan petani salak di Sleman,” ujarnya.
Mengenai keberadaan salak Probo, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan atau DP3 Sleman menyebut pihaknya kini tengah mengembangkan salak probo sebagai komoditas unggulan Sleman.
Plt Kepala Dinas DP3 Sleman, Suparmono menyebutkan, salak probo tengah dikembangkan terutama untuk mempertahankan ikon Sleman yang selama ini identik dengan buah salak.
Sebagai upaya proteksi agar tak meredup nasibnya seperti salak pondoh, DP3 Sleman rutin memberikan penyuluhan dan edukasi kepada para petani salak di wilayah Sleman. Utamanya agar bibit tanaman salak Probo tak sembarang bisa keluar dari Sleman.
“Kami secara rutin mengirimkan penyuluh ke para petani supaya mereka bisa meningkatkan produksinya dan juga menjaga agar bibitnya tidak keluar ke Sleman. Kalau produknya ya wajib keluar Sleman,” terangnya.
Ia menambahkan imbauan agar tak menjual bibit salak Probo sudah dilakukan sejak lama.
“Sudah dari 5 tahun lalu kami intens memberi pengertian ke petani salak probo supaya bibitnya ngga keluar ya. Harapannya supaya salak itu tetap terjaga dan jadi khasnya Sleman,” tambahnya.
Pendampingan
Lebih lanjut Suparmono menyebut pihaknya hingga kini masih terus memberikan pendampingan untuk petani salak di Sleman terkhusus yang membudidaya salak Probo.
Sebagai upaya pendampingan untuk pengembangan salak Probo, pihaknya telah memberikan mesin chopper ke sejumlah kelompok tani pembudidaya salak untuk mempermudah proses pencacahan pelepah salak yang bisa digunakan untuk pupuk alami tanaman salak.
“Disamping itu kami juga beri bantuan Pupuk Hayati Cair guna mempercepat proses fermentasi pupuk hayati di areal pertanaman salak,” terangnya.
Harga Lebih Tinggi
Dengan keunggulan citarasanya, salak Probo di pasaran lebih unggul bila dibanding salak pondoh biasa.
Harga salak podoh di tingkat petani rerata antara Rp1000 hingga Rp3000 per kilogram, sementara di tingkat konsumen bisa mencapai Rp5000 hingga Rp10.000 per kilogramnya.
“Kalau salak Probo ini di tingkat petani saja paling rendah harganya Rp5000 dan di konsumen sudah mencapai Rp10.000 hingga Rp15.000 per kilogram,” ucapnya.