DIY, POPULI.ID – Sejumlah gebrakan dilakukan kepala daerah terpilih di DIY sepekan seusai mengikuti retret di Akmil Magelang. Mulai dari tolak mobil dinas hingga menjadikan rumah dinas tempat perlindungan korban kekerasan.
Diketahui tiga kepala daerah di DIY kompak membuat gebrakan di pekan-pekan pertamanya memimpin wilayah. Contoh saja seperti Hasto Wardoyo.
Wali Kota Yogyakarta tersebut menolak pengadaan mobil dinas baru.
Pada Senin 3 Maret 2025 kemarin, mantan Kepala BKKBN tersebut menyatakan tak menginginkan pengadaan mobil dinas baru.
Ia meminta justru anggaran itu dialihkan untuk penanganan sampah.
“Daripada beli mobil baru sebaiknya dipakai untuk menambah atau membuat gerobak sampah baru untuk memaksimalkan penanganan sampah di Kota Yogyakarta,” terangnya.
Untuk dicermati, anggaran pengadaan mobil dinas baru bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Yogyakarta nilainya sudah dialokasikan sebesar Rp3 miliar.
Dengan anggaran sebesar itu, Hasto memilih agar sebaiknya sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk kepentingan dan pelayanan publik.
“Saya kira kerja-kerja hari ini perlu yang efisien dan efektif. Oleh karenanya anggaran yang ada itu sekarang sebaiknya diprioritaskan untuk pelayanan publik, termasuk soal pengadaan mobil dinas baru. Sebab yang lama juga masih bisa berfungsi baik, jadi masih belum perlu ganti,” jelasnya.
Di Sleman, bupati terpilih Harda Kiswaya menolak menempati rumah dinas. Ia memilih untuk tetap menetap di rumah pribadinya di Kowanan, Sidoagung, Godean.
Saat ditemui, Harda menyebut alasannya memilih menempati rumah pribadinya selama menjabat sebagai bupati lantaran mensyukuri dan masih kerasan di rumah yang dibuatkan oleh orangtuanya tersebut.
“Saya masih sangat nyaman untuk tinggal di rumah pribadi. Rumah itu dibuatkan sama bapak dan simbok, ya meski sederhana tapi buat saya nyaman,” ungkapnya.
Sementara tak ditempati, Harda mempersilahkan rumah dinasnya digunakan untuk pelayanan publik, mulai dari kegiatan rapat hingga hajatan diperbolehkan.
“Bahkan sekarang sudah ada yang daftar loh pesen tempat di rumah dinas. Jadi monggo silakan saja dipakai untuk kepentingan publik boleh,” imbuhnya.
Nyaris serupa, Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih juga tak akan menempati rumah dinasnya.
Ia memilih untuk menempati rumah di kompleks heritage Sewoko Projo yang dulunya merupakan kantor Bupati Gunungkidul dan DPRD.
“Saya tinggal di Sewoko Projo saja,” ungkapnya.
Karena tak ditinggali, rumah dinas baru yang disiapkan oleh Endah Subekti akan difungsikan sebagai safety house atau menampung perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
“Saya kira di sana tempatnya lebih aman dan layak untuk mereka berlindung,” katanya.