SLEMAN, POPULI.ID – Persoalan sampah yang melanda wilayah DIY terutama di Sleman sejak beberapa tahun terakhir menjadi kegelisahan tersendiri bagi Danang Wahyu Wibowo.
Sampah yang menumpuk dan berceceran di jalanan, termasuk di depan rumahnya, memantik kepedulian pengusaha konstruksi tersebut hingga berinovasi membuat alat pembakar sampah ramah lingkungan yang ia beri nama “Tobong Sampah Djogja”.
“Awalnya saya terinspirasi dari tobong bata, tungku pembakaran batu bata jaman dulu. Cara kerjanya hampir sama, makanya saya beri nama Tobong Sampah Djogja,” ujar Danang saat ditemui populi.id di workshopnya di Ngaglik, Sinduadi, Mlati, Sleman, Minggu (16/3/2024).
Tobong Sampah Djogja merupakan alat pembakaran sampah dengan sistem dua tahap. Bagian pertama adalah tungku pembakar berukuran 1,2 x 2 x 2 meter yang mampu membakar sampah hingga suhu 600 derajat Celsius.
Dindingnya terbuat dari bata tahan api, dengan dua ruang utama: ruang pembakaran yang dilengkapi burner untuk membakar sampah, dan ruang abu untuk menampung sisa pembakaran.
Bagian kedua adalah sistem pengolah asap, terdiri dari ruang berbentuk trapesium dan prisma.
“Asap dari pembakaran akan dikumpulkan di ruang trapesium, lalu masuk ke ruang prisma yang di dalamnya ada shower pengabutan air untuk mencuci asap. Harapannya, asap yang keluar sudah bersih, tidak bau, dan ramah lingkungan,” jelas Danang.
Daya tampung Tobong Sampah Djogja mencapai 250 kg per jam, sehingga dalam 8 jam kerja bisa memusnahkan hingga 2 ton sampah per hari.
“Ini cukup untuk menyelesaikan masalah sampah di tingkat dusun hanya dalam sehari,” kata lulusan Teknik Sipil Universitas Janabadra ini.
Tak hanya membakar sampah, alat ini juga menghasilkan abu yang bisa dimanfaatkan. Abu sisa pembakaran dicampur dengan semen dan pasir, kemudian dicetak menjadi bata interlock yang dapat digunakan untuk membangun tungku baru atau sebagai batako.
“Jadi alat ini tidak sekadar memusnahkan sampah, tapi juga membuka peluang usaha. Sampah bisa jadi bahan baku bisnis baru di masyarakat. Mengelola sampah adalah gerbang bisnis besar,” kata Danang.
Hingga kini, Tobong Sampah Djogja sudah diterapkan di beberapa tempat seperti SMP Negeri 10 Yogyakarta, SMA De Britto, Sekolah Al-Azhar, danDepo Sampah Tompeyan.
Dengan harga Rp 50 juta per unit, alat ini dinilai terjangkau dan bermanfaat untuk komunitas, sekolah, maupun kampung yang ingin mandiri mengelola sampahnya.
Sebagai pribadi yang hobi memilah sampah, Danang merasa miris dengan kebiasaan masyarakat dan pemerintah yang selama ini hanya mengandalkan sistem kumpul-angkut-buang.
“Sampah ini kan dulunya barang berharga, wadah makanan, pembungkus. Harusnya dihormati, jangan disia-siakan. Kalau dipilah sejak rumah tangga, pasti tidak akan jadi masalah seperti sekarang,” tegasnya.
Menurut Danang, pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama. “Sampah itu bom waktu, kalau terus dibiarkan. Tapi kalau kita serius, sebenarnya bisa dikelola. Masalahnya, tidak semua orang mau belajar lika-liku sampah. Padahal, kalau dikumpulkan dan dipilah, ada nilainya,” tutupnya.
Dengan Tobong Sampah Djogja, Danang membuktikan bahwa inovasi lokal bisa menjadi solusi nyata untuk krisis sampah, sekaligus membuka mata masyarakat bahwa dari sampah pun bisa lahir peluang bisnis.