YOGYAKARTA, POPULI.ID – Sejumlah hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluhkan dampak kebijakan efisiensi anggaran tahun 2025 yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya larangan mengadakan kegiatan study tour dari pemerintah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut berdampak signifikan terhadap industri perhotelan di DIY. Banyak pemesanan hotel yang dibatalkan akibat aturan ini.
“Efisiensi anggaran ini memperburuk keadaan kami. Banyak pemesanan yang ditunda atau bahkan dibatalkan. Dari laporan anggota PHRI DIY, tingkat pembatalan mencapai 60 persen,” ujar Deddy saat dihubungi, Jumat (21/3/2025).
Deddy merinci bahwa pembatalan tersebut terdiri dari kegiatan meeting dan kunjungan kerja aparatur sipil negara (ASN) yang berkontribusi sekitar 20-30 persen. Sementara sisanya merupakan kegiatan study tour sekolah dari Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Menurutnya, sebelum Inpres tersebut diberlakukan, kegiatan ASN cukup membantu okupansi hotel saat low season, terutama pada hari kerja. Namun, sejak kebijakan ini diterapkan, tingkat hunian hotel menurun drastis.
“Sebelumnya, setiap bulan ada kegiatan ASN yang mengisi okupansi hotel dari Senin hingga Jumat. Kemudian pada akhir pekan, hotel diisi oleh rombongan study tour. Kebijakan ini benar-benar memukul industri perhotelan di DIY,” keluhnya.
Menghadapi situasi ini, PHRI DIY telah melakukan beberapa langkah antisipasi.
“Pertama, kami melakukan efisiensi operasional, termasuk penghematan energi. Kedua, beberapa hotel mulai mengurangi jam kerja karyawan karena biaya operasional yang tinggi. Ketiga, jika kebijakan ini tidak berubah, ada kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), meskipun itu adalah langkah terakhir yang ingin kami hindari,” jelas Deddy.
Ia kemudian membandingkan kondisi saat ini dengan ketika pandemi COVID-19 melanda. Ia menyebut ketika pandemi meski berat masih terdapat bantuan dari pemerintah.
“Ketika COVID-19, masih ada bantuan dari pemerintah seperti subsidi pajak, bantuan sembako untuk karyawan, dan protokol kesehatan yang tetap memungkinkan adanya meeting. Namun, sekarang kami justru dibebani kenaikan pajak, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ini semakin memberatkan kami,” ungkapnya.
PHRI DIY juga telah berupaya menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah pusat melalui DPP PHRI di Jakarta.
“Kami di DPD juga telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, termasuk gubernur, wali kota, bupati, dan DPRD. Besok, Selasa, kami akan mengadakan audiensi dengan DPRD DIY,” tambahnya.