YOGYAKARTA, POPULI.ID – Di tengah denyut nadi Kota Yogyakarta yang tak pernah benar-benar tidur, sebuah bangunan tua berdiri kokoh menyimpan ratusan kisah perjalanan.
Itulah Stasiun Lempuyangan, bukan sekadar tempat naik turun penumpang, melainkan simpul sejarah perkeretaapian di tanah Jawa. Ia adalah stasiun kereta api tertua di Yogyakarta, bahkan satu di antara yang tertua di Indonesia.
Bangunan ini resmi beroperasi pada 2 Maret 1872, hasil karya perusahaan swasta Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).
Saat itu, rel kereta menjadi simbol kemajuan, menjanjikan kecepatan dan efisiensi di tengah masa kolonial yang masih sarat ketimpangan.
Namun, di balik suara peluit dan deru lokomotif, Stasiun Lempuyangan menyimpan misi yang lebih besar: menggerakkan roda ekonomi.
Ia dibangun untuk memudahkan distribusi hasil bumi dari pedalaman Jawa seperti gula, kopi, nila, dan tembakau, menuju Semarang, lalu diekspor ke Eropa.
Kota Yogyakarta dan Surakarta menjadi simpul penting dalam jalur vital Semarang–Surakarta–Yogyakarta, menggantikan moda transportasi tradisional yang lambat dan terbatas.
Tonggak sejarah pembangunan rel ini bermula pada 17 Juni 1864, ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda, L.A.J. Baron Sloet van den Beele, meletakkan batu pertama di Desa Kemijen, Semarang.
Dari sana, rel membentang sepanjang 202,1 kilometer, menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden, wilayah kerajaan Surakarta dan Yogyakarta.
Nama “Lempuyangan” sendiri diambil dari kampung tempat stasiun itu berdiri, Kampung Tegal Lempuyangan. Sejak awal, bangunan stasiun mengusung gaya arsitektur kolonial yang khas.
Walaupun telah mengalami beberapa renovasi, atmosfer masa lalu masih terasa, seolah waktu berjalan lambat di antara tiang-tiang tua dan jendela-jendela besar itu.
Kini, Stasiun Lempuyangan dikenal sebagai stasiun yang melayani kereta api kelas ekonomi dan kereta lokal. Sementara kereta eksekutif dan bisnis lebih banyak berhenti di Stasiun Tugu yang lebih modern.
Meski begitu, Lempuyangan tetap sibuk, menjadi tempat singgah ribuan penumpang dari berbagai kota di Pulau Jawa setiap harinya.
Tak hanya menjadi saksi bisu sejarah, Stasiun Lempuyangan juga menjadi denyut kehidupan masyarakat. Ia pernah menjadi gerbang awal perubahan, dan hingga kini, masih setia melayani perjalanan dan mimpi banyak orang dari satu kota ke kota lainnya, dari satu masa ke masa yang lebih maju.