YOGYAKARTA, POPULI.ID – Komisi A DPRD Kota Yogyakarta meninjau posko warga terdampak penggusuran PT KAI di area parkir member, Jalan Lempuyangan 8, Yogyakarta, Jumat (9/5/2025).
Kunjungan tersebut merupakan respons atas audiensi 14 warga dua pekan lalu yang mempertanyakan legitimasi klaim PT KAI atas tanah yang disebut bagian dari Sultan Ground.
Wakil Ketua Komisi A, Indaruwanto Eko Cahyono, menyatakan kunjungan ini bertujuan memverifikasi prosedur PT KAI sekaligus menelaah status tanah yang disengketakan.
“Kami hadir untuk memastikan apakah prosedur PT KAI sesuai hukum. Warga telah menyampaikan bahwa lokasi ini masih berada di wilayah Alaska yang tercatat sebagai tanah Keraton,” katanya.
Ia menambahkan, hingga kini belum ada kejelasan mengenai penerbitan kekancingan yang dijadikan dasar klaim PT KAI.
“PT KAI telah menjanjikan ganti rugi, uang sewa, serta biaya bongkar dan pindah. Namun, klaim itu belum disertai bukti legal formal kekancingan,” lanjutnya.
Persoalan kepemilikan ini kian kompleks karena menyangkut otoritas Keraton Yogyakarta.
Kepala Bidang Pertanahan DIY, Indra Budi Siregar, menegaskan tanah tersebut bukan aset pemkot, melainkan milik Keraton yang telah tersertifikasi.
“Jalan memang harus disertifikasi karena menjadi aset pemerintah. Namun, lokasi ini bukan jalan umum, melainkan bagian dari tanah Keraton,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam konteks pertanahan, dokumen Palilah dan kekancingan merupakan produk hukum Keraton, sedangkan SKT adalah syarat administratif dari BPN untuk mengurus izin penggunaan lahan.
“Palilah bersifat sementara, kekancingan berlaku lebih lama. Keduanya berasal dari Keraton. Sedangkan SKT bukan izin, tetapi syarat untuk memperoleh izin,” ucapnya.
Ia mengaku belum melihat langsung dokumen Palilah yang diklaim warga, namun menegaskan bahwa hak atas tanah tetap berada pada Keraton hingga ada keputusan resmi.
“Kalau benar ada Palilah, berarti warga mendapat izin pakai dari pemilik sah. Namun, hak atas tanah belum berpindah,” tuturnya.