POPULI.ID – Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan mengingatkan pentingnya transparansi dan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan Dana Abadi Nusantara (Danantara).
Ia menilai entitas tersebut harus dikelola secara konservatif karena melibatkan dana publik dalam jumlah besar.
“Ini bukan sekadar investasi biasa. Ini adalah dana rakyat. Maka, pengelolaan Danantara tidak bisa disamakan dengan dana swasta yang berorientasi spekulatif,” ujar Anton dikutip dari laman UMS, Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, sejak awal pembentukan, Danantara sudah menuai keraguan karena dianggap tidak melalui proses transparan, termasuk dalam pelibatan pakar ekonomi dari universitas atau kalangan independen.
Ia menyebut, tidak tampak adanya konsultasi atau komunikasi terbuka dengan akademisi saat ide Danantara pertama kali diumumkan.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMS itu juga menyoroti bahwa sumber pendanaan Danantara yang berasal dari pemotongan APBN dan penggabungan aset BUMN perlu diawasi ketat.
Ia mengingatkan agar entitas ini tidak terjebak pada investasi bernilai besar tanpa mitigasi risiko yang memadai. “Kalau gagal, uang rakyat bisa lenyap. Ini ratusan bahkan ribuan triliun rupiah,” kata dia.
Ia menekankan pentingnya diversifikasi portofolio investasi agar risiko tidak terkonsentrasi pada satu atau dua proyek besar. Prinsip ‘jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang’ harus dijadikan pedoman dalam strategi Danantara.
Terkait pengawasan, Anton mempertanyakan sejauh mana fungsi legislatif dan lembaga hukum mampu mengontrol jalannya Danantara. Ia menyebut pengawasan kejaksaan yang belakangan ini dikabarkan pun belum mampu menumbuhkan kepercayaan publik sepenuhnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti faktor eksternal yang turut menghambat masuknya investor asing, seperti risiko ekonomi global.
Karena itu, menurutnya, Danantara menjadi harapan pemerintah untuk menggantikan peran investor luar dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur besar yang dianggap strategis.
Namun, ia mengingatkan agar Danantara tidak terpengaruh oleh kepentingan politik praktis atau tekanan dari ormas yang kerap mengganggu iklim investasi.
“Kita sedang hidup dalam sistem demokrasi liberal yang kebablasan. Ormas yang dulunya dijadikan alat politik kini menagih balas budi dengan cara-cara yang merusak,” ucapnya.
Anton menyarankan agar Danantara fokus membiayai proyek-proyek yang aman dan tidak spekulatif demi menjaga kepercayaan publik serta menjamin keberlanjutan pembangunan.
“Kalau ingin mengambil peran strategis, Danantara harus menunjukkan akuntabilitas dan membuka ruang komunikasi dengan para ahli. Jangan seperti sekarang, lahir mendadak dan minim transparansi,” pungkasnya.