POPULI.ID – Siang itu kediaman mantan dosen Fakultas Kehutanan UGM, Kasmudjo mendadak riuh. Rumah yang beralamat di Pogung Kidul, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman tersebut kedhayohan tamu agung, alias tamu istimewa bernama Jokowi.
Pada Selasa 13 Mei 2025, Presiden ke-7 tersebut mendadak sowan ke rumah mantan dosennya di tengah polemik mengenai ijazah palsu.
Kasmudjo pun sempat berucap kaget mantan anak didiknya itu menyempatkan waktu mampir ke rumahnya yang sederhana. Hal itu bahkan diucapkan langsung ketika menjabat tangan Jokowi.
Sama halnya dengan kedatangan Jokowi yang terkesan tiba-tiba, Kasmudjo juga merasa kaget karena ikut terseret dalam polemik ijazah palsu yang dituduhkan kepada mantan Wali Kota Solo itu.
Polemik mengenai ijazah palsu yang dituduhkan kepada Jokowi sebetulnya sudah muncul semenjak menjabat sebagai Presiden Indonesia. Tuduhan itupun makin kencang ketika eks Gubernur DKI Jakarta itu lengser dari Istana.
Isu soal ijazah palsu yang oleh pengamat politik Ray Rangkuti disebut sebagai persoalan remeh temeh itu belakangan kian bergulir hingga ke pengadilan dan kepolisian.
Namun, bila menilik lebih luas, Jokowi bukan satu-satunya presiden yang digoyang perihal remeh temeh. Di belahan dunia lainnya tercatat ada sejumlah presiden yang juga sempat kena gocek soal isu serupa.
Sebut saja mantan presiden Amerika Serikat Barack Obama. Presiden yang pernah tinggal di komplek perumahan UGM itu sempat berupaya dijegal ketika maju dalam kontestasi pemilu Amerika 2008 silam.
Ketika itu mencuat isu bahwa Obama bukan kelahiran asli Amerika dan telah memalsukan akta kelahirannya.
Bila saja itu benar, maka Obama bisa saja gagal maju dalam kontestasi, mengingat berdasar Konstitusi Amerika, presiden dan wapres harus asli kelahiran Amerika Serikat.
Meski sempat menyebut isu tersebut sebagai remeh temeh dan hal dungu, tetapi sempat membuat Obama dag dig dug lho. Buktinya, lewat pejabat di Gedung Putih, Presiden Obama merilis salinan akta kelahirannya yang asli untuk menyudahi kontroversi.
Tak cuma itu, Obama juga nyaris “dihabisi” lewat isu transgender yang mengarah pada sang istri, Michelle Obama.
Michelle pun sempat curhat tentang suasana hatinya ketika tudingan itu mengarah padanya lewat memoar yang terbit pada 2018.
Ia mengaku sedih, marah dan sakit hati. Meski kemudian ia berupaya untuk sekadar mentertawakan hal yang dianggapnya sebagai remeh temeh itu.
Lah kok ndilalah, nasib Obama itu juga rupanya dialami Presien Emmanuel Macron.
Presiden Prancis yang hari ini 28 Mei 2025 berkunjung ke Indonesia didampingi istrinya, sejak bertahun-tahun lalu digoyang isu transgender.
Isu tersebut telah beredar sejak Emmanuel Macron pertama kali terpilih sebagai Presiden Prancis pada 2017 silam. Lelucon soal transgender itu terutama dituduhkan kepada istrinya yakni Brigitte Macron.
Walau kesannya remeh temeh, tetapi sepertinya Brigitte Macron yang merasa risih akhirnya memperkarakan terkait tudingan yang dialamatkan kepadanya.
Brigitte mengajukan gugatan pencemaran nama baik terhadap Amandine Roy serta seorang jurnalis Bernama Natacha Rey.
Pada September 2024, Pengadilan Prancis mengabulkan gugatan Brigitte lalu memerintahkan Roy dan Rey membayar ganti rugi sebesar 8000 Euro untuk istri Presiden Prancis tersebut dan 5000 Euro untuk saudara laki-lakinya.
Nah, kembali ke persoalan Jokowi. Serupa dengan Obama dan Macron, ayah dari Wapres Gibran Rakabuming Raka itu nyatanya juga menganggap serius persoalan yang kelasnya remeh temeh.
Sebelum berkunjung ke rumah Kasmudjo, Jokowi pada Rabu 30 April 2025 melaporkan sebanyak lima orang terkait pencemaran nama baik dan fitnah ke Polda Metro Jaya.
Lima orang yang dilaporkan itu diantaranya ada nama Roy Suryo, Tifauzia Tyassuma serta Rismon Sianipar.
Sejatinya, Jokowi memang kerap merespon hal yang remeh temeh. Ini fakta lho bukan tuduhan.
Kalau merunut riwayatnya selama menjabat sebagai presiden, Jokowi nyaris jadi langganan isu-isu yang remeh temeh.
Dan, sejurus dengan itu, Jokowi kerap kali meresponnya.
Contoh ketika khalayak meributkan bab kunjungan Jokowi ke Afganistan. Kala itu mencuat isu Jokowi mengeksploitasi agama gegara foto dirinya yang menjadi imam salat sementara Presiden Afganistan kala itu Ashraf Ghani menjadi makmum.
Isu receh itu belakangan direspon Jokowi. Ia berupaya meluruskan bahwa foto dirinya sebagai imam salat itu terjadi ketika melaksanakan jamak takdim melanjutkan dari salat Ashar.
Padahal, di tahun yang sama, Jokowi punya tantangan berat berkait laju perekonomian Indonesia yang tengah dilanda ketidakpastian karena faktor internal hingga geopolitik dunia.
Hal lainnya ketika Jokowi disambut kartu kuning oleh Ketua BEM Universitas Indonesia Zaadit Taqwa ketika menghadiri acara Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia.
Belakangan muncul imbauan Presiden untuk menugaskan pengurus atau anggota BEM Universitas Indonesia ke Asmat.
Bila ditarik lebih jauh, fenomena di atas bertalian dengan persoalan esensi dan eksistensi.
Esensi dan eksistensi serupa dua sisi dalam sekeping mata uang yang merupakan aspek penting dalam diri manusia.
Meminjam pernyataan Dosen Universitas Muhammadiyah Metro Lampung Dr. Achyani, pada era dimana masyarakatnya mabuk kekuasaan dan pencitraan seperti sekarang ini, sayangnya esensi kerap dikesampingkan dan lebih mengutamakan eksistensi atau less essential more symbolic.
Perilaku seperti itu bahkan pada praktiknya membuat manusia lupa atas esensi kuasa yang diamanahkan kepadanya dalam mengelola alam semesta.
Manusia hari ini seakan dirasuki roh antropocentrisme yang parah, dimana alam ini dianggap hanya berisi manusia dan hanya manusia yang berhak eksis di dalamnya.
Padahal bila mengutip pemikiran Paul Sartre misalnya, eksistensi semestinya bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberikan manfaat tak hanya bagi manusia lainnya tetapi juga alam sekitar.
Dan itulah yang dinamakan Ecocentrisme, yakni ketika manusia ingin eksis tak boleh melupakan esensi dari nilai-nilai kesemestaan.