SLEMAN, POPULI.ID – Usai sidang lanjutan perkara Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Sleman pada Selasa (3/6/2025), pihak pemohon intervensi menyatakan menerima penolakan yang disampaikan oleh tergugat Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun demikian, mereka tetap menegaskan memiliki legal standing yang sah.
Dr. Muhammad Taufik, advokat asal Solo, melalui kuasa hukumnya Andhika Dian Prasetyo, menyebut bahwa penolakan dari pihak tergugat merupakan hal yang wajar.
“Kami sejak awal sudah menyatakan diri sebagai intervenien dalam posisi fogging, yaitu mendukung salah satu pihak. Kami terang-terangan menyatakan bahwa kami mendukung pihak penggugat. Jadi kalau ada penolakan, ya kami anggap wajar,” ujar Andhika kepada wartawan usai sidang.
Ia menilai bahwa penolakan tersebut kemungkinan muncul karena kehadiran pihak intervensi dinilai akan memperkuat posisi penggugat dan menyulitkan tergugat.
Soal gugatan serupa yang diajukan di PN Surakarta, Andhika menekankan bahwa materi dan substansi pokok perkara tidak identik.
“Posita dan petitum-nya berbeda. Tapi kami tidak memungkiri bahwa antara perkara di Solo dan di PN Sleman ini saling berkaitan, khususnya dalam hal fakta-fakta persidangan. Itu bisa saling menguatkan,” ujarnya.
Andhika juga menyatakan bahwa mereka tetap memiliki legal standing dalam perkara ini karena telah menggugat di PN Surakarta, yang menunjukkan bahwa pihaknya memiliki kepentingan hukum langsung.
“Kalau semuanya ini nanti tidak dikabulkan, ya Pak Komardin akan berjalan sendiri. Tapi kami tetap menghormati semua putusan majelis hakim,” ucap Andhika.
Ia juga mengimbau agar peradilan berjalan adil dan tidak memihak.
“Kami punya harapan bahwa peradilan di Indonesia masih bersih dan tidak memihak salah satu pihak. Jangan sampai peradilan ini timpang,” pungkasnya.
Penggugat Utama Sebut Intervensi Memperkuat Pembuktian
Komardin, penggugat utama dalam perkara ini, menyambut baik langkah intervensi yang diajukan oleh Dr. Muhammad Taufik. Ia menilai kehadiran pihak intervensi akan membantu mempercepat proses pembuktian.
“Tanggapan saya karena objeknya sama. Jadi istilahnya dia membantu saya, baik dalam pengumpulan bukti maupun pembiayaan. Kita berkolaborasi,” kata Komardin.
Ia menjelaskan bahwa meskipun dirinya menggugat secara spesifik terhadap Rektor UGM, sementara gugatan Taufik di PN Surakarta menyasar UGM secara umum, namun tujuan mereka pada dasarnya serupa, yakni membuka data akademik Presiden Jokowi.
“Kami minta semua dokumen — skripsi Jokowi, dokumen ijazahnya — supaya perkara ini cepat selesai. Bukan untuk menuduh, tapi untuk membuktikan palsu atau tidak,” tambah Komardin.
Mengenai kemungkinan penolakan intervensi, Komardin bersikap tenang.
“Kalau ditolak tidak masalah. Karena dari awal pun saya siap berjalan sendiri,” ujarnya singkat.