SLEMAN, POPULI.ID – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman menolak permohonan intervensi yang diajukan oleh Dr. Muhammad Taufik dalam perkara dugaan perbuatan melawan hukum terkait keabsahan ijazah Presiden Joko Widodo.
Putusan sela itu dibacakan dalam sidang terbuka oleh Hakim Ketua Cahyono pada Selasa (10/6/2025).
Kuasa hukum Muhammad Taufik, Andhika Dian Prasetyo, menyatakan menghormati putusan tersebut namun menilai alasan hukum majelis hakim keliru karena mengesampingkan kepentingan hukum kliennya.
“Kami tetap menghormati keputusan Majelis, tetapi kami tidak sepakat dengan pertimbangan bahwa kami tidak memiliki kedudukan hukum. Kami sedang menggugat di Solo, dan perkara ini memiliki keterkaitan langsung,” ujar Andhika kepada wartawan usai sidang.
Andhika menilai, penolakan intervensi dari pihaknya justru berpotensi menciptakan ketimpangan hukum, terutama jika permohonan serupa dari pihak yang dianggap dekat dengan presiden justru dikabulkan di tempat lain.
“Jangan sampai muncul kesan bahwa hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Jika intervensi kami ditolak, sementara pihak yang memiliki afiliasi dengan lingkar kekuasaan justru diterima di pengadilan lain, ini akan menimbulkan kegelisahan di masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah strategis, namun belum akan mengumumkan secara terbuka.
“Akan ada upaya lanjutan, tentu dengan berkonsultasi lebih dahulu dengan Dr. Taufik, juga koordinasi dengan penggugat utama, Pak Komardin, serta jaringan aktivis di Yogyakarta dan Solo,” jelasnya.
Di sisi lain, Komardin selaku penggugat utama mengaku tak mempersoalkan keputusan hakim terkait penolakan intervensi tersebut.
Menurutnya, fokus utama saat ini adalah pembuktian dalam persidangan.
“Kami tetap siap melanjutkan perkara ini hingga tuntas. Ini bukan sekadar perkara biasa, tapi sudah menjadi perhatian nasional dan internasional, maka harus diselesaikan secara terang dan terbuka,” kata Komardin.
Ia berharap proses persidangan dapat berjalan cepat dan transparan, tanpa kendala teknis yang berlarut-larut.
“Kalau para tergugat hadir dan membawa dokumen yang relevan, perkara ini bisa segera selesai. Tidak perlu ada drama panjang,” tegasnya.
Komardin juga menyoroti dampak luas dari polemik ini terhadap kondisi sosial dan ekonomi.
“Masalah ini sudah menimbulkan kegaduhan publik, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar ikut terdampak. Kami perkirakan kerugian yang ditanggung rakyat mencapai dua juta rupiah per orang,” klaimnya.
Ketika ditanya kemungkinan adanya perdamaian, Komardin bersikap tegas.
“Perdamaian tanpa bukti tidak mungkin kami terima. Kami mencari kejelasan demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.
Sidang mediasi lanjutan dijadwalkan kembali digelar pada Selasa depan pukul 10.00 WIB.
Komardin berharap para tergugat bisa hadir lengkap agar penyelesaian perkara tidak lagi tertunda.