POPULI.ID – Ketegangan global meningkat tajam setelah Amerika Serikat (AS) resmi melancarkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran di Fordow, Natanz, dan Esfahan pada Minggu (22/6/2025).
Serangan ini menandai eskalasi baru dalam konflik Iran-Israel dan membuka potensi keterlibatan kekuatan besar dunia lainnya.
Menurut pengamat hubungan internasional dari Universitas Parahyangan, Kishino Bawono, langkah Washington itu tidak akan dibiarkan begitu saja oleh sekutu-sekutu Iran, terutama Rusia, China, dan Korea Utara.
“Melihat peta geopolitik saat ini, kemungkinan besar mereka akan memberikan respons,” ujar Kishino dalam wawancara dengan Kompas TV.
Meski ketiga negara tersebut merupakan pemilik senjata nuklir, Kishino memperkirakan mereka masih mengedepankan solusi diplomatik.
“Tujuan mereka bukan langsung ikut perang, tapi melemahkan dominasi AS agar keluar dari konflik,” jelasnya.
Namun, di balik layar, Kishino menilai langkah-langkah nyata Rusia, China, dan Korea Utara masih menjadi tanda tanya besar.
“Saya percaya, meski tidak terang-terangan, mereka masih berupaya menyelesaikan ini secara damai,” tambahnya.
Sementara itu, pengamat kebijakan luar negeri dari UGM, Dafri Agussalim, menyebut bahwa keterlibatan langsung AS di Iran akan memicu efek domino.
Menurutnya, negara-negara besar lain seperti Rusia, China, bahkan Turki bisa ikut terlibat, dan ini memperbesar risiko konflik skala global.
“Jika AS masuk secara aktif, sekutu-sekutu Iran tidak akan tinggal diam. Ini bisa menjadi cikal bakal konflik internasional yang sangat berbahaya,” ujarnya.
Dafri juga menyinggung posisi Indonesia yang dinilai mulai mengambil jarak dari negara-negara Barat.
Satu indikasinya adalah keputusan Presiden Prabowo Subianto menghadiri pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin ketimbang datang ke KTT G7 di Kanada.
“Alih-alih duduk bersama negara-negara G7, Prabowo memilih ke Rusia, berbicara soal kerja sama pertahanan. Itu sinyal kuat bahwa kita mulai menjaga jarak dari AS,” kata Dafri.
Dafri memperingatkan bahwa keterlibatan kekuatan nuklir seperti AS, Rusia, dan China bisa memicu Perang Dunia Ketiga.
“Kalau sampai terjadi perang nuklir, tidak ada pemenangnya. Seluruh dunia bisa hancur,” katanya.
Menurutnya, perang ini akan berdampak besar pada dunia, termasuk Indonesia, terutama dalam sektor energi dan ekonomi.
“Harga minyak bisa melonjak tajam, dan itu langsung memukul ekonomi nasional,” lanjutnya.
Jejak Mencurigakan di Langit: Boeing 747 dari China Diduga Dukung Iran Diam-Diam
Spekulasi mengenai dukungan diam-diam China terhadap Iran juga mencuat setelah beberapa pesawat Boeing 747 yang berangkat dari China menghilang dari radar saat mendekati wilayah udara Iran.
Laporan Fox News dan The Telegraph menyebut sedikitnya lima penerbangan kargo itu melintasi Asia Tengah sebelum tak terlacak lagi—tujuan resminya disebut sebagai Luksemburg, namun pesawat tak pernah tiba di Eropa.
Analis militer menduga pesawat-pesawat itu mungkin membawa perlengkapan militer atau logistik strategis untuk mendukung Iran.
“Jenis pesawat ini biasa digunakan untuk pengiriman barang berat, dan sangat mungkin menjadi bagian dari operasi rahasia,” tulis Fox News mengutip pakar penerbangan.
Menanggapi rumor tersebut, maskapai kargo asal Luksemburg, Cargolux, membantah keras keterlibatannya.
Dalam pernyataan resminya, mereka menyatakan bahwa tidak ada satu pun armadanya yang terbang melewati wilayah udara Iran dan menyebut klaim tersebut “tidak berdasar”.
Presiden China Xi Jinping juga turun tangan, menyerukan upaya diplomatik untuk meredam konflik.
Dalam percakapan telepon dengan Presiden Putin, Xi meminta negara-negara berpengaruh untuk mendorong gencatan senjata dan menekankan tanggung jawab Israel dalam eskalasi ini.
Sementara itu, Moskow memperingatkan AS untuk tidak memberikan dukungan militer langsung kepada Israel.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, menegaskan bahwa keterlibatan langsung Washington bisa menjadi bencana besar bagi stabilitas Timur Tengah.
Di sisi lain, Korea Utara secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Iran dan mengecam keras serangan udara Israel.
Dalam pernyataan resminya, Korut menyebut Israel sebagai entitas kanker yang menjadi ancaman utama perdamaian kawasan, dan menyalahkan AS serta Barat sebagai pelindungnya.
Iran Tegas Menolak Mundur, AS Klaim Serangan “Sukses Besar”*
Presiden AS Donald Trump, dalam pernyataan di Truth Social, menyebut serangan terhadap situs nuklir Iran sebagai “momen bersejarah.”
Ia mengklaim ketiga target—Fordow, Natanz, dan Esfahan—telah dihantam secara presisi dan semua pesawat telah kembali dengan selamat.
Namun, Iran menyebut serangan tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional dan bentuk agresi yang tidak dapat diterima.
Meski tidak menjanjikan balasan langsung, pernyataan mereka menegaskan bahwa program nuklir Iran tak akan dihentikan oleh tekanan militer.
“Industri nuklir Iran dibangun di atas pengorbanan para martir. Tak satu pun konspirasi akan menghentikannya,” tulis pernyataan resmi mereka.
Seperti diketahui, erangan AS terhadap Iran telah memicu kecaman dan potensi reaksi dari berbagai negara.
Ketegangan antara blok negara-negara Barat dengan poros strategis Korut-China–Rusia–Iran kini kian terlihat jelas.
Jika situasi tidak dikendalikan melalui jalur diplomatik, dunia bisa melangkah ke arah konflik global dengan konsekuensi yang sangat destruktif.