SLEMAN, POPULI.ID — Keraton Yogyakarta kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga kedaulatan Tanah Kasultanan ( Sultanaat Grond) dan Tanah Kalurahan sebagai bagian dari aset kelembagaan, bukan harta warisan pribadi.
Sikap tegas ini disampaikan menyusul maraknya praktik pemanfaatan dan penerbitan izin sepihak terhadap lahan tersebut, khususnya di wilayah Kapanewon Depok, Sleman.
“Tanah Kasultanan, termasuk Tanah Kalurahan, adalah tanah lembaga. Tidak bisa diwariskan atau diklaim pribadi, apalagi dijadikan objek transaksi tanpa prosedur resmi,” tegas Penghageng II Kawedanan Panitikismo, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto, usai forum mediasi di Kantor Kalurahan Condongcatur, Senin (7/7).
Misalnya kasus terbaru mencuat di Kalurahan Condongcatur. Sebidang lahan yang merupakan bagian dari Tanah Kas Kalurahan diduga telah diterbitkan kekancingan secara ilegal oleh pihak yang mengaku sebagai keturunan Sultan Hamengku Buwono VII.
Padahal, menurut Keraton, tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Sejak 2017, Gubernur DIY telah mengeluarkan surat edaran yang menegaskan bahwa seluruh Tanah Kasultanan adalah aset kelembagaan.
Lebih lanjut, pada 2023, Penghageng KH Panitrapura GKR Condrokirono memperjelas bahwa izin pemanfaatan hanya dapat diterbitkan oleh Kawedanan Panitikismo dan KHP Datu Dana Suyasa.
Dalam perkembangannya, Keraton juga menerbitkan surat peringatan pada 2024 terhadap sejumlah oknum yang diduga menerbitkan surat izin palsu dengan mengatasnamakan diri sebagai ahli waris.
Di antaranya tercatat nama RM Triyanto Prastowo Sumarsono dan RM Bangun Eko Mahendra. Keraton berpegang pada Peraturan Gubernur DIY No. 33 Tahun 2017 tentang pemanfaatan Tanah Kasultanan serta Pergub No. 24 Tahun 2024 untuk Tanah Kalurahan.
Pemanfaatan kedua jenis tanah tersebut hanya sah bila disertai dokumen resmi: Serat Kekancingan untuk Tanah Kasultanan dan Surat Keputusan Gubernur untuk Tanah Kalurahan.
Lurah Condongcatur, Reno Candra Sangaji, turut meminta pendampingan resmi dari Keraton agar penyelesaian masalah ini berjalan sesuai koridor hukum dan masyarakat tidak menjadi korban penipuan.
“Ini bukan hanya urusan administrasi, tapi menyangkut perlindungan warga dari praktik ilegal,” ujarnya.
Untuk menjamin kepastian hukum, Keraton Yogyakarta kini telah menerbitkan Tanda Bukti Kekancingan resmi, yang mencantumkan informasi lengkap pemohon, asal usul tanah, peta bidang, hingga tanda tangan tiga Penghageng: GKR Condrokirono, GKR Mangkubumi, dan KRT Suryo Satriyanto.
Keraton mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada dokumen yang tidak dikeluarkan oleh institusi resmi. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan, diminta segera melaporkan ke aparat penegak hukum.
“Kami pertegas, dokumen yang mengatasnamakan ahli waris HB VII tidak memiliki legalitas apa pun. Kita hidup di negara hukum, bukan negara klaim,” kata Kanjeng Suryo.
Selain melindungi aset, Keraton juga memastikan bahwa pemanfaatan Tanah Kas Kalurahan lebih diutamakan untuk sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.
Prioritas penerima adalah masyarakat miskin dan pengangguran yang tinggal di wilayah kalurahan, sesuai dengan arahan Gubernur DIY.
Secara berkala, Keraton juga melakukan penyisiran dan evaluasi terhadap pemanfaatan tanah-tanah tersebut guna mencegah penyalahgunaan dan memastikan penggunaannya tetap berpihak kepada kepentingan rakyat.