DIY, POPULI.ID – Keraton Yogyakarta menegaskan kembali komitmennya dalam menjaga kedaulatan atas Tanah Kasultanan atau Sultanaat Grond termasuk Tanah Kalurahan sebagai aset lembaga, bukan warisan pribadi.
Dalam hal ini, Keraton tidak mentolerir segala bentuk klaim dan penerbitan izin sepihak Tanah Kasultanan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan diri sebagai ahli waris Kasultanan.
Penegasan ini disampaikan menyusul maraknya kasus pemanfaatan tanah Tanah Kasultanan maupun Tanah Kalurahan secara ilegal di wilayah DIY, khususnya di Kapanewon Depok, Sleman.
Penghageng II Kawedanan Panitikismo, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto, menyampaikan salah satu kasus terbaru terjadi di Kalurahan Condongcatur.
Diduga terdapat lahan Tanah Kas Kalurahan yang diterbitkan kekancingan oleh pihak yang mengklaim sebagai ahli waris dari Sultan Hamengku Buwono VII.
Keraton menilai tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
“Tanah Kasultanan, termasuk Tanah Kalurahan, merupakan tanah lembaga yang tidak dapat diklaim sebagai warisan pribadi secara turun-temurun,” tegas Kanjeng Suryo usai forum mediasi di Kantor Kalurahan Condongcatur sebagaimana dilansir dari laman Pemda DIY, Selasa (8/7/2025).
Sebagai bentuk penguatan legalitas, sejak tahun 2017, telah diterbitkan Surat Edaran Gubernur DIY yang menegaskan bahwa seluruh Tanah Kasultanan merupakan aset kelembagaan Kasultanan.
Pada tahun 2023, Penghageng KH Panitrapura GKR Condrokirono juga menegaskan bahwa pemberian izin atas pemanfaatan tanah SG dan Tanah Kalurahan hanya dapat dilakukan oleh KHP Datu Dana Suyasa dan Kawedanan Panitikismo selaku pelaksana teknis.
Pada tahun 2024, Kawedanan Panitikismo menerbitkan surat peringatan resmi atas sejumlah laporan penyalahgunaan wewenang dan penerbitan surat izin ilegal oleh oknum yang mengatasnamakan diri sebagai ahli waris, antara lain RM. Triyanto Prastowo Sumarsono dan RM. Bangun Eko Mahendra.
Sebagai landasan hukum, Keraton mengacu pada Peraturan Gubernur DIY No. 33 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Kasultanan untuk Tanah Kasultanan dan Pergub No. 24 Tahun 2024 untuk Tanah Kalurahan. Setiap pemanfaatan lahan tersebut wajib disertai dokumen resmi berupa Serat Kekancingan untuk Tanah Kasultanan dan Surat Keputusan Gubernur DIY untuk Tanah Kalurahan, bukan surat klaim pribadi.
Lurah Condongcatur, Reno Candra Sangaji, dalam kesempatan tersebut menyampaikan permohonan pendampingan resmi kepada Keraton Yogyakarta dalam penyelesaian persoalan ini, guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan mencegah jatuhnya korban lebih lanjut.
“Permasalahan ini menyentuh aspek hukum dan sosial. Kami membutuhkan pendampingan dari Kraton agar warga tidak lagi terjebak dalam skema ilegal,” ujarnya.
Sebagai bentuk perlindungan hukum dan kepastian bagi masyarakat, Keraton Yogyakarta kini telah menerbitkan Tanda Bukti Kekancingan resmi, yang memuat informasi antara lain pemegang kekancingan, data tanah, asal permohonan dan peta bidang tanah serta ditandatangani oleh tiga Penghageng: GKR Condrokirono, GKR Mangkubumi, dan KRT Suryo Satriyanto.
Keraton Yogyakarta mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak mempercayai dokumen atau surat izin yang tidak dikeluarkan oleh lembaga resmi. Masyarakat yang merasa dirugikan diminta segera melapor kepada aparat penegak hukum.
“Kami tegaskan dokumen yang mengatasnamakan ahli waris HB VII bukanlah produk resmi Kasultanan. Negara ini adalah negara hukum,” imbuh Kanjeng Suryo.
Sebagai langkah preventif, Keraton Yogyakarta secara rutin melakukan penyisiran terhadap pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kalurahan di seluruh wilayah DIY.
Keraton juga menegaskan pemanfaatan tanah kas kalurahan, diutamakan untuk sektor pertanian (pertanian, perternakan, perikanan) dan diprioritaskan bagi masyarakat miskin serta pengangguran yang ada di wilayah kalurahan, sesuai arahan Gubernur DIY.