JAKARTA, POPULI.ID – Bank Indonesia (BI) resmi memangkas suku bunga acuannya (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 15–16 Juli 2025.
Penurunan juga berlaku untuk suku bunga Deposit Facility yang kini berada di level 4,50 persen, dan Lending Facility sebesar 6,00 persen.
Keputusan ini mencerminkan optimisme BI terhadap kondisi makroekonomi saat ini, di mana inflasi masih berada dalam kisaran target 2,5 persen ±1% dan nilai tukar rupiah cenderung stabil.
Langkah ini juga menjadi sinyal kuat bahwa BI ingin mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional secara lebih aktif, terutama di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi.
Bank Indonesia menegaskan bahwa langkah pelonggaran suku bunga ini masih memiliki ruang lanjutan, dengan tetap menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, BI mengoptimalkan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran untuk memperkuat sisi permintaan domestik.
Melalui strategi mendorong peningkatan kredit dan pembiayaan, penurunan bunga perbankan, serta fleksibilitas likuiditas, BI berharap sektor riil dapat lebih aktif bergerak.
Perluasan pembayaran digital dan penguatan infrastruktur sistem pembayaran juga terus dilakukan guna mendukung transformasi ekonomi nasional yang lebih inklusif dan efisien.
Sementara itu, Ekonom dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Y. Sri Susilo, menilai penurunan suku bunga acuan ini bisa dipahami, terutama karena inflasi hingga Juni terpantau terkendali dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS relatif stabil.
Menurutnya, meski suku bunga tetap di 5,50 persen pun tidak akan membuat perekonomian memburuk, penurunan ke 5,25 penurunan justru membuka ruang lebih besar untuk mendorong gairah investasi.
Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta ini menambahkan, penurunan bunga BI sebaiknya segera diikuti oleh penurunan bunga kredit perbankan agar pembiayaan menjadi lebih murah.
“Dengan turunnya suku bunga perbankan, termasuk suku atau tingkat bunga investasi, maka gairah investasi akan meningkatkan. Tegasnya realisasi investasi akan naik,” pungkasnya.
Menurutnya, dengan biaya investasi yang lebih rendah, investor akan lebih terdorong untuk merealisasikan rencana usaha mereka.
Hal ini tidak hanya akan membuka lapangan kerja, tetapi juga menciptakan efek pengganda (multiplier effect) di berbagai sektor industri, sehingga pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih luas.
Dalam konteks yang lebih besar, sinergi antara Bank Indonesia, pemerintah, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat agar kebijakan yang diambil mampu menjaga stabilitas keuangan sekaligus memberikan dorongan nyata terhadap pertumbuhan.