YOGYAKARTA, POPULI.ID – Jamasan atau prosesi pembersihan pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti telah menjadi tradisi Pemerintah Kota Yogyakarta sejak 25 tahun silam, sebagai simbol dalam merawat budaya yang mengisyaratkan Manunggaling Kawula-Gusti.
Di mana nilai budaya Jawa tersebut mengajarkan tentang kesatuan antara manusia (kawula) dan Tuhan (Gusti). Sehingga dimaknai Pemkot Yogyakarta dalam menjalankan pemerintahan, dengan melibatkan pemahaman dan praktik spiritual yang menekankan bahwa Tuhan hadir dalam diri setiap manusia dan alam semesta.
Tombak Kyai Wijaya Mukti dibuat tahun 1921 pada era Sri Sultan HB VIII dan diserahkan oleh Sri Sultan HB X kepada Pemerintah Kota Yogyakarta pada 7 Juni 2000 bersamaan dengan HUT ke-53 Pemkot. Sejak penyerahan itu, sehari-harinya Tombak Kyai Wijaya Mukti yang memiliki panjang keseluruhan 3 meter tersebut diletakkan di ruang kerja Wali Kota Yogyakarta.
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menyatakan, Jamasan Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti menjadi bagian dari nguri-uri kabudayan, melestarikan budaya dan tradisi yang marwahnya harus dipelihara.
“Sebagai Kota budaya, tentu dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari budaya dan tradisi, sehingga kita bisa memaknai satu hal lebih dalam khususnya pada peristiwa penting. Seperti hari ini bahwa pusaka ini menjadi suatu simbol atas kekuatan serta ketangguhan pemerintah dalam mengabdi dan melayani masyarakat,” ujarnya usai Jamasan Pusaka di Plaza Balai Kota sebagaimana dikutip dari laman Pemkot Yogyakarta, Kamis (24/7/2025).
Pihaknya menyampaikan, sebagai pemimpin dan penyelenggara pemerintahan harus punya sifat “kandhel” yaitu memiliki keteguhan hati, kepercayaan diri dan keuletan dalam melayani masyarakat.
“Harus kuat dan tangguh, tidak mingkuh, tidak pantang menyerah untuk bekerja melayani masyarakat. Termasuk kaitannya dengan upaya pemerintah memenuhi ekspektasi publik dalam memberi kemudahan dan kemurahan bagi masyarakat,” imbuhnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti menjelaskan, Jamasan Pusaka menjadi tradisi Pemkot sebagai refleksi bagaimana pemerintah harus terus berupaya memberikan pelayan terbaik kepada masyarakat.
“Ini tradisi yang dilakukan satu tahun sekali pada saat bulan Suro, untuk merawat Pusaka yang merupakan pemberian dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, juga punya makna mendalam bagi penyelenggara pemerintah untuk memahami apakah selama ini sudah memberikan yang terbaik kepada masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu perwakilan Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Victor Mukhammadenis Hidayatullah mengatakan, Wijaya bermakna kemakmuran atau kejayaan dan Mukti artinya nyata.
“Sehingga harapannya Kota Yogyakarta mendapat kemakmuran yang nyata, sekaligus sebagai pengingat Wali Kota dan pemerintah untuk menjalankan amanah dari masyarakat dengan niat dan perilaku yang baik,” katanya.