SLEMAN, POPULI.ID — Dalam momentum Hari Anak Nasional 2025, KB Inklusif Gantari, unit pendidikan anak usia dini milik Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PRYAKKUM), menghadirkan semangat baru pendidikan inklusif lewat gelaran acara “Generasi Tangguh Menginspirasi” di Atrium Sleman City Hall, Sabtu (3/8).
Tak sekadar perayaan, acara ini menjadi panggung edukatif yang menyoroti pentingnya menciptakan ruang belajar yang aman, ramah, dan inklusif bagi seluruh anak, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Lebih dari 100 anak didik KB Gantari, orang tua, serta pengunjung umum turut meramaikan kegiatan ini.
Melalui pertunjukan kreatif dan sesi edukatif, KB Gantari menegaskan komitmennya dalam menyuarakan hak anak atas pendidikan yang adil dan bermartabat sejak usia dini.
Sekolah Inklusif: Belajar Bersama dalam Perbedaan
Birgitta Anggre Hapsari, perwakilan manajemen PRYAKKUM, menyampaikan bahwa KB Gantari tidak hanya memberikan layanan pendidikan, tetapi juga menjadi ruang belajar yang menghargai keragaman kebutuhan dan karakter setiap anak.
“Sekolah inklusi adalah tempat di mana anak disabilitas dan non-disabilitas bisa belajar bersama dalam ruang yang sama dengan cara masing-masing. Kami percaya, ketika anak belajar menerima perbedaan sejak dini, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang lebih toleran dan tangguh,” ujarnya.
Talkshow Edukatif: Membangun Ruang Aman bagi Anak
Salah satu agenda utama acara adalah talkshow bertema “Menciptakan Ruang Aman bagi Semua Anak”, yang menghadirkan psikolog, praktisi pendidikan, dan pendidik inspiratif.
Psikolog Reni Apriliawati, M.Psi., menekankan pentingnya menyediakan ruang aman bagi anak—bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional.
“Anak perlu merasa diterima agar dapat mengenali dirinya sendiri dan belajar meregulasi emosinya. Ruang aman itu tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi harus diciptakan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Grace Melia, Parent Educator & Coach, yang menegaskan bahwa menciptakan ruang aman adalah tanggung jawab kolektif, terutama dari orang tua.
“Ruang aman untuk emosi anak itu wajib. Tapi bukan berarti semua perilaku anak dibenarkan. Kita perlu peka membedakan antara emosi dan perilaku,” ungkap Grace.
Sementara itu, dr. Widya Wasityastuti dari PIK. POTADS Yogyakarta dan orang tua dari anak berkebutuhan khusus, mengajak para orang tua untuk lebih terbuka terhadap deteksi dini kondisi anak.
“Penerimaan adalah kunci. Anak-anak berkebutuhan khusus butuh dukungan sejak dini, dan intervensi harus dilakukan secepat mungkin. Keluarga harus jadi tempat teraman bagi mereka,” tuturnya.
Melalui acara ini, KB Gantari mengajak masyarakat luas untuk memperkuat kolaborasi demi menghadirkan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan transformatif di Indonesia dimulai dari hal paling mendasar: rasa aman dan penerimaan untuk setiap anak.