SLEMAN, POPULI.ID – Belum ada satu tahun Kabinet Merah Putih berjalan, Presiden Prabowo Subianto telah melakukan pergantian menteri sebanyak dua kali.
Sebelumnya, pergantian Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro yang digantikan posisinya oleh Brian Yuliarto pada Februari 2025 lalu. Sementara untuk reshuffle kedua, Presiden Prabowo melakukan pergantian lima menteri.
Pergantian menteri yang kedua ini terjadi hanya lebih dari setengah tahun dari sejak pergantian menteri yang pertama.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Mada Sukmajati, mengatakan bahwa reshuffle ini dapat membantu meredakan situasi saat ini di Indonesia. Namun, menurutnya hal ini belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan jangka panjang.
“Saya rasa bahwa reshuffle kabinet ini masih belum terlalu matang dan kemungkinan akan bisa terjadi reshuffle lagi kalau terdapat perkembangan situasi,” jelasnya, Rabu (17/9/2025).
Mada melihat bahwa reshuffle ini dilatarbelakangi oleh oleh dua problem dasar dari situasi di waktu belakangan ini, yaitu kondisi ekonomi dan kondisi politik.
Melalui pergantian dari Menteri Keuangan ini, Mada menilai bahwa ini merupakan strategi dari Presiden Prabowo untuk mengatasi akar persoalan kondisi ekonomi.
Sementara dari sisi kondisi politik, Mada memproyeksikan reshuffle ini merupakan respons cepat dari Prabowo untuk menangani beberapa rumor yang beredar di publik, seperti dinamika di partai politik, rumor tentang kebobolan intelijen negara, atau isu terkait kualitas lembaga Polri atau TNI.
Isu tersebut dikaitkannya dengan pergantian Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam).
“Jadi mungkin salah satu kriterianya adalah bahwa tidak cukup responsif jika Pak Prabowo memilih Menko Polkam yang definitif nanti dari tentara atau Polri. Ini kaitannya dengan kekhawatiran politik tentang adanya situasi darurat militer atau supremasi sipil yang kemudian dikorbankan dan seterusnya,” jelasnya.
Menanggapi respons soal posisi Menko Polkam tersebut, Mada menegaskan pemilihan figur posisi tersebut Presiden perlu mempertimbangkan merepresentasikan kelompok sipil dan bisa merespons isu-isu keamanan.
Tak hanya sebagai bentuk respons cepat, Mada memproyeksikan pergantian menteri ini memiliki kaitan dengan dinamika kekuasaan.
“Tapi saya kira ini juga akan bertambah pada ke dinamika kekuasaan para elite,” jelasnya.