BANTUL, POPULI.ID – Pipa merupakan infrastruktur vital untuk menyalurkan fluida dari satu tempat ke tempat lain. Demi keamanan dan estetika lingkungan, sebagian besar jaringan pipa ditanam di bawah tanah. Namun posisi ini menimbulkan persoalan baru: Ketika terjadi kebocoran, kerusakan sulit dideteksi.
“Kalau pipa ada di atas permukaan tanah, kebocorannya mudah diketahui. Tapi kalau ditanam di dalam tanah, deteksinya jauh lebih sulit,” kata dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. Berli Paripurna Kamiel, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D., saat menjelaskan inovasi terbarunya di Laboratorium Mekanika Teknik Mesin UMY sebagaimana dikutip dari laman UMY, Rabu (17/9/2025).
Menurut Berli, metode deteksi yang ada selama ini umumnya mahal, rumit, dan membutuhkan pengaturan kompleks. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah membongkar langsung bagian pipa yang dicurigai bocor.
“Kalau tidak dibongkar langsung, kami harus menggunakan alat yang relatif mahal. Karena rumit, otomatis biayanya tinggi,” jelasnya.
Berangkat dari persoalan itu, Berli bersama tim mengembangkan solusi yang lebih sederhana dan terjangkau. Dengan latar belakang riset fenomena getaran pada struktur, ia menaruh perhatian pada pola vibrasi pipa.
“Kalau pipa tidak bocor, ciri getarannya berbeda dibandingkan dengan saat mengalami kerusakan. Perbedaan signature getaran itu kami analisis, lalu diterjemahkan apakah terjadi kebocoran atau tidak,” ujarnya.
Dari sinilah lahir metode deteksi kebocoran berbasis sinyal vibrasi dengan medium perambat berupa logam kecil yang dipasang melingkar pada pipa, lalu ujungnya ditarik ke permukaan tanah.
Di titik ujung, dipasang sensor getaran berukuran kecil berbahan piezoelektrik yang mampu mengubah tegangan mekanis menjadi sinyal listrik. Data yang ditangkap sensor kemudian diolah lebih lanjut dengan algoritma machine learning.
“Data mentah tidak bisa langsung dibaca. Karena itu, kami gunakan machine learning untuk mengklasifikasikan kondisi pipa: Normal atau bocor,” terang Berli.
Paten dan Potensi Hilirisasi
Penelitian ini telah dimulai sekitar lima tahun lalu. Setelah serangkaian uji laboratorium, hasilnya dipublikasikan dan diajukan sebagai paten sederhana.
“Alhamdulillah, patennya sudah granted dua tahun lalu. Itu juga paten pertama saya, dan tentu saja hak paten ini milik UMY,” ujarnya.
Meski masih diuji skala laboratorium, metode ini berpotensi diterapkan di industri yang masih banyak menggunakan pipa logam, termasuk pipa air bertekanan tinggi. Selain lebih murah dan sederhana, sensor yang digunakan fleksibel karena bisa dilepas-pasang di berbagai titik.
“Tantangan utamanya ada pada jumlah data, karena machine learning butuh dataset besar agar lebih tangguh. Tapi secara prinsip, algoritma yang kami bangun sudah valid di laboratorium, dan ke depan akan kami uji di industri,” ungkapnya.
Berli menegaskan bahwa arah riset di kampus harus berangkat dari persoalan nyata masyarakat agar inovasi bisa benar-benar bermanfaat.
“Kalau problemnya nyata, hilirisasi otomatis terjadi. Harapan saya, inovasi ini bisa membantu industri menghemat biaya pemeliharaan pipa sekaligus menjadi bukti bahwa riset universitas aplikatif dan solutif,” pungkasnya.