SLEMAN, POPULI.ID – Kondisi infrastruktur jalan di Kabupaten Sleman masih menjadi sorotan. Dari total panjang jalan sekitar 699 kilometer, sekitar 150 kilometer di antaranya tercatat dalam kondisi rusak ringan hingga berat. DPRD Sleman pun mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman segera memperbarui regulasi penyelenggaraan jalan agar lebih relevan dengan kondisi saat ini.
Anggota Komisi C DPRD Sleman, Bondan Triyana, mengungkapkan bahwa sebagian besar jalan di Sleman sebenarnya sudah dalam kondisi mantap. Namun, masih ada sejumlah ruas di wilayah pinggiran yang rusak cukup parah, terutama di kawasan pertambangan.
“Dari total 699 kilometer jalan, sekitar 500 kilometer kondisinya mantap atau mulus. Sisanya, sekitar 150 kilometer masih rusak, baik ringan maupun berat,” ungkapnya.
Menurut Bondan, kerusakan tersebut kerap diperparah saat musim hujan karena permukaan jalan mudah berlubang. Pemerintah daerah saat ini sedang memprioritaskan perbaikan pada ruas yang mengalami kerusakan berat, sedangkan untuk jalan rusak ringan dilakukan pemeliharaan rutin.
“Sekarang pemerintah sudah fokus menangani jalan-jalan rusak parah, terutama di daerah pinggiran seperti di Gayamharjo dan Wukirharjo. Ini sejalan dengan visi misi Bupati Sleman, ‘dalan padhang lan alus’,” ujarnya.
Ia menambahkan, fungsi DPRD bukan hanya dalam pengawasan proyek pembangunan, tetapi juga memastikan aspirasi masyarakat dari berbagai jalur perencanaan tersalurkan.
“Sumber kegiatan ada tiga, yaitu dari pokir (pokok-pokok pikiran dewan), Musrenbang, dan usulan eksekutif. Semua kami awasi agar pelaksanaannya sesuai kebutuhan riil di lapangan,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Sleman lainnya, Chisya Ayu Puspitaweni, menilai bahwa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jalan sudah tidak lagi sesuai dengan tantangan saat ini.
“Perdanya sudah berusia cukup lama. Dengan perkembangan tata ruang dan pertumbuhan kawasan seperti tol, rest area, dan destinasi wisata baru, regulasi tersebut perlu diperbarui,” jelas Chisya.
Ia menyebut, pembaruan Perda diperlukan agar pengelolaan jalan di Sleman tidak hanya fokus pada estetika jalan yang mulus, tetapi juga pada aspek pendukung seperti drainase dan daya serap air.
“Jalan halus itu bukan sekadar mulus. Karena yang sering dikeluhkan warga bukan hanya lubangnya, tapi juga air yang menggenang. Jadi drainase dan serapan air harus jadi satu paket perbaikan, bukan Cuma tambal sulam,” tegasnya.
Di samping itu, Chisya juga menyoroti perlunya dasar objektif dalam penentuan prioritas proyek pembangunan.
“Kami melihat kadang ada usulan yang sifatnya subjektif. Padahal, penganggaran harus berdasarkan urgensi dan kondisi nyata di lapangan,” tambahnya.
Dari sisi regulasi, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Sleman, Hendra Adi Riyanto, menjelaskan bahwa Perda No.13/2015 sebenarnya masih bisa diterapkan, tetapi memang perlu penyesuaian dengan Undang-Undang Jalan yang baru.
“Undang-Undang Jalan Tahun 2022 memberikan ruang bagi pemerintah di bawahnya untuk meminta bantuan ke tingkat lebih tinggi jika kemampuan keuangan terbatas. Misalnya, jalan desa bisa minta bantuan ke kabupaten, dan kalau kabupaten tidak mampu, bisa ke provinsi atau pusat,” papar Hendra.
Tahun ini, Pemkab Sleman juga telah menetapkan 51 jalan desa yang statusnya naik menjadi jalan kabupaten. Setiap kalurahan diminta mengajukan tiga poros jalan utama yang rusak untuk mendapat prioritas pemeliharaan.
“Dengan anggaran yang terbatas, sifatnya masih tambal sulam atau pemeliharaan ringan. Tapi itu langkah awal,” kata Hendra.
Ia menambahkan, proses pembentukan perda bisa berasal dari eksekutif maupun legislatif. Jika usulan datang dari eksekutif, pemrakarsanya adalah dinas teknis terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum.
“Nanti akan melalui tahapan perencanaan, penyusunan, hingga pembahasan di pansus DPRD. Masyarakat pun dilibatkan melalui forum seperti FGD untuk memberi masukan,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, DPRD, dan masyarakat dalam menjaga kualitas jalan.
“Pembangunan jalan melibatkan partisipasi publik, mulai dari pengawasan hingga kontribusi lewat pajak dan retribusi,” ujarnya.












