SLEMAN, POPULI.ID – Ketua DPRD Sleman Gustan Ganda menyampaikan rencana penggusuran SD Nglarang akibat proyek Jalan Tol sudah menjadi bahan himbauan ke Pemerintah Kabupaten Sleman.
Ia menyebut polemik terkait wali murid yang memprotes agar anak-anak mereka tidak dipindahkan merupakan kewenangan Pemkab Sleman melalui Dinas Pendidikan.
“Ya ini saya sampaikan dulu, kita sudah manggil Dinas Pendidikan untuk berhati-hati dalam perencanaan, seharusnya ini dipersiapkan dari dulu,” katanya saat diwawancarai wartawan, Minggu (23/11/2025).
Penolakan relokasi dari wali murid ke tempat sementara disebutnya perlu menjadi perhatian pemerintah dan bisa segera dicarikan solusi.
Disebutnya, perencanaan proyek tol yang melewati lembaga pendidikan merupakan suatu hal yang telah dirancang sejak lama. Ia menyebut Pemkab seharusnya telah melakukan mitigasi.
“Iya tidak mungkin tiba-tiba dan kami sudah peringatkan beberapa tahun lalu. Dan pemerintah kelurahan saya yakin sudah menyampaikan ke Dinas Pendidikan, tapi ya ini pemerintah tidak bisa seperti itu,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah wali murid menghadiri koordinasi rencana relokasi SD Nglarang, Tlogoadi, Mlati, Sleman, DIY, Selasa (10/11/2025).
Mereka mempertanyakan keseriusan dari pihak tol dalam hal ini PT Jasa Marga yang disebut tidak menepati janji untuk membangun SD di lokasi yang baru.
Bahkan dalam pembahasan terakhir, para murid akan dipindahkan ke shelter sementara.
Ia menyampaikan bahwa permasalahan izin menjadi alasan belum bisa dibangunkannya bangunan baru.
“Tapi selama pembangunan jalan tol sampai sekarang tidak terjadi karena izinnya sulit,” kata salah satu wali murid, Suprihatin Widyastuti.
Disebutnya lahan yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan SD sudah tersedia.
Suprihatin menyebut jika selama ini anaknya dan juga siswa lainya tidak bisa mengikuti pembelajaran secara kondusif.
“Selama pembangunan tol dibangun, anak-anak terganggu, tembok getar. Banyak sekali anak jarang masuk,” katanya.
Selain itu, para siswa disebutnya sempat mengalami sakit hingga tidak masuk bersama-sama. Hak tersebut tentunya mengganggu proses belajar mengajar.
“Tidak ada juga kompensasi bahkan kami juga tidak diberi masker,” katanya. Ia meminta polemik tersebut bisa diselesaikan. (populi.id/Hadid Pangestu)












