SLEMAN, POPULI.ID – Rencana pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias BPI Danantara banyak mendapat sorotan dari publik.
Kemunculan badan pengelola aset negara tersebut saat ini dinilai yang kurang tepat, dimana pemerintah tengah diterpa isu miring soal berbagai kebijakan yang menuai pro dan kontra di masyarakat.
Padahal apabila dilihat dari perspektif ekonomi dan manajemen, pendirian Danantara merupakan hal yang biasa. Layaknya sebuah holding company atau parent company, Danantara rencananya akan membawahi beberapa BUMN mengelola dana yang diperkirakan mencapai 14 ribu triliun.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Eddy Junarsin mengungkapkan lahirnya program ini memang di momentum yang kurang tepat. Pasalnya, pemerintah saat ini tengah diterpa berbagai isu kontroversial dari berbagai program yang dikritisi oleh publik seperti program Makan Bergizi Gratis, efisiensi anggaran dan kemunculan undang-undang minerba.
“Kemunculannya kena imbas isu politik,” ungkapnya seperti dilansir dari laman UGM, Jumat (21/2/2025).
Eddy menilai pendirian Danantara sebenarnya bertujuan mengkonsolidasi pengelolaan aset negara dari perusahaan BUMN agar lebih transparan dan terkoordinasi dengan baik dimana masing-masing perusahaan akan lebih terbuka dengan adanya penunjukan dewan komisaris.
Selama ini penunjukkan dewan komisaris dilakukan oleh kementerian dimana dasar penunjukkan tersebut tidak diketahui dengan jelas alasannya.
“Lewat Dewan Komisaris, lebih berjenjang, dan sifatnya itu tidak terlalu binding”, jelasnya.
Di sisi lain, Eddy berpendapat pendirian Danantara ini juga dapat berpotensi mengurangi performa BUMN. Pasalnya bisa berpotensi menambah layer hierarkis yang tentu saja akan menambah panjang proses birokrasi.
Bertambahnya layer atau lapisan manajemen, maka beresiko akan membuat kebebasan berkreasi dari tiap-tiap BUMN justru akan menurun.
“Makanya saya bilang, manfaat Danantara itu lebih ke defensif bukan ke offensive,” paparnya.
Dalam merealisasikan Danantara ini, ia menegaskan sebaiknya harus ada langkah lanjutan dengan mulai merger dan akuisisi perusahaan akan lebih efektif dan tidak terlalu berlapis-lapis manajemen.
Kendati begitu, kemunculan badan pengelola investasi ini menurutnya perusahaan bisa mengantisipasi terjadinya moral hazard karena dalam bentuk holding company yang resmi akan membuat pengawasan lebih transparan.
“Dari sisi kontrol dan transparansi itu membaik. Tapi memburuknya adalah dari sisi inefisiensi birokrasi”, ungkapnya.
Soal dampak kehadiran Danantara bagi perekonomian nasional, Eddy menilai memang bisa berpengaruh pada kestabilan keuangan negara. Namun mengenai kepercayaan investor terhadap stabilitas dan keperluan investasi perlu ditelaah lebih jauh lagi.
“Mungkin di jangka pendek iya, tapi jangka panjang kita tidak tahu. Karena kan persamaan ekonomi itu agak rumit,” jelasnya.