YOGYAKARTA, POPULI.ID – Kekalahan Timnas Indonesia atas Australia dalam lanjutan fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, makin melengkapi kekecewaan masyakarat yang sebelumnya telah dipatahkan lewat pengesahan revisi UU TNI.
Ya, di tengah euforia menantikan penampilan perdana skuat Garuda di bawah Patrick Kluivert, DPR RI pada Kamis (20/3/2025) pagi mengesahkan revisi UU TNI.
Keputusan para wakil rakyat yang justru mengabaikan suara konstituennya itupun memantik unjuk rasa di berbagai daerah.
Di Jakarta, konsentrasi massa aksi unjuk rasa tentu saja berada di Gedung DPR/MPR dimana sempat diwarnai sejumlah kericuhan antara pengunjuk rasa yang bergesekan dengan aparat keamanan.
Di Jogja, massa yang menamakan Jogja Memanggil sejak Kamis pagi telah berkonsentrasi di Gedung DPRD DIY yang terletak di kawasan Malioboro.
Secara bergantian mereka menyuarakan protes hingga tuntutan atas disahkannya revisi UU TNI yang berpotensi menggerus atmosfer demokrasi yang selama ini telah dirajut.
Koordinator aksi, Bung Koes dalam pernyataan sikapnya menyatakan disahkan revisi UU TNI menandakan demokrasi masyarakat sipil sedang terancam. Apalagi UU tersebut mengizinkan tentara mengisi jabatan-jabatan publik di luar sektor pertahanan.
“Hal ini berpotensi membungkam usulan-usulan lain di luar perintah yang sudah ditetapkan, termasuk jika itu merugikan kebebasan berdemokrasi di Indonesia,” tegasnya.
Terjadi Aksi Vandalisme
Aksi unjuk rasa yang semula berlangsung damai, belakangan berubah menjadi chaos.
Aksi yang mulanya diselingi bernyanyi bersama sembari orasi di atas mimbar, menjelang sore hari berubah ricuh.
Massa merangsek ke dalam gedung DPRD DIY dan melakukan aksi vandalisme.
Selasar gedung DPRD DIY tampak dipenuhi sampah. Sementara temboknya penuh dengan coretan bernada negatif. Pun demikian dengan patung Jenderal Sudirman yang berdiri di halaman DPRD DIY juga turut menjadi korban aksi vandalisme.
Tak selesai di situ, massa juga sempat bertahan di sekitaran Gedung DPRD DIY hingga JUmat (21/3/2025) dinihari.
Beberapa diantaranya bahkan sempat melakukan perusakan fasilitas di kompleks DPRD DIY.
Sempat melakukan negosiasi beberapa kali, polisi akhirnya membubarkan paksa mahasiswa. Namun polisi mendapatkan perlawan dari mahasiswa yang tidak juga meninggalkan gedung DPRD DIY meski sudah ada kesepakatan dalam mediasi untuk mahasiswa membubarkan diri dalam waktu satu jam.
Kericuhan pun terjadi sekitar pukul 00.30 WIB. Kapolresta Jogja Kombes Aditya Surya Dharma yang meminta peserta aksi untuk membubarkan diri tidak digubris. Massa justru membuat barikade di depan gerbang DPRD DIY.
Barisan polisi akhirnya maju dan mendorong massa mundur. Massa yang tidak terima pun melempari polisi dengan botol dan sampah ke arah petugas.
Bahkan massa sempat melempar mercon ke arah petugas. Polisi pun akhirnya mengerahkan water canon ke arah massa.
Di luar gerbang, massa ternyata dihadang oleh warga di sisi selatan. Sehingga polisi mengarahkan massa ke arah utara di Parkir Abu Bakar Ali (ABA) sekitar pukul 01.00 WIB.
Polisi pun mendampingi massa mengambil kendaraan mereka di parkiran tersebut yang ada di sisi utara tersebut. Polisi juga membantu massa mengambil kendaraan di sisi selatan yang sempat dihalau warga. Kawasan Malioboro mulai kondusif sekitar pukul 01.30 WIB.
Sri Sultan Menyesalkan
Jumat (21/3/2025) pagi, Gubernur DIY Sri Sultan HB X turut mencermati perkembangan dinamika terkait unjuk rasa di Gedung DPRD DIY.
Ia mengaku prihatin dan menyayangkan aksi unjuk rasa yang justru kehilangan esensi lantaran diwarnai kericuhan.
Menurutnya, unjuk rasa tidak semestinya selalu harus dibumbui dengan tindakan anarkis hingga kericuhan yang merugikan banyak pihak.
“Semestinya tak perlu dengan tindakan seperti itu. Ini memprihatinkan ya. Demokrasi di Jogja bisa kok ditumbuhkan dengan baik, tak perlu dengan tindakan merusak fasilitas umum,” ujarnya.
“Hal seperti ini sebetulnya yang dirugikan malah mahasiswa sendiri. Perkara menyampaikan aspirasi monggo tapi jangan merusak,” imbuhnya.
Sementara itu, pascakericuhan diwarnai aksi vandalisme, Gedung DPRD DIY terkini ditutup menggunakan kain putih.Tampak bagian muka gedung DPRD DIY yang sebelumnya dipenuhi sampah dan coretan, tampak tertutup bentangan kain putih besar.
Sekretaris DPRD DIY, Yudi Ismono, menyayangkan kerusakan yang terjadi di gedung DPRD DIY, termasuk coretan di bagian luar ruang audensi tersebut. Sebagai cagar budaya, pemulihan kembali kerusakan tidak bisa dilakukan sembarangan.
“Kita akan melihat kondisi gedung yang mengalami vandalisme. Nanti kami akan memeriksanya, apakah kerusakan ini masih termasuk dalam cakupan asuransi. Mudah-mudahan masih tercakup, sehingga dapat segera ditangani dan dipulihkan,” paparnya.
Berdasarkan pengalaman unjukrasa sebelumnya, kerusakan cagar budaya tersebut masih bisa diklaim. Namun bila tidak bisa, maka perbaikan kerusakan harus mengambil jatah APBD DIY.
Namun Yudi masih menunggu keterangan dari pihak kepolisian untuk bisa mengecek kerusakan dan kerugian yang dialami akibat aksi unjuk rasa tersebut. Polisi masih menutup area luar gedung.
“Jika ada kerusakan pada dinding dan bagian lain dari bangunan, maka harus dipulihkan dengan mempertimbangkan statusnya sebagai cagar budaya. Namun menurut informasi yang kami terima, kerusakan tidak sampai ke bagian dalam gedung karena pihak kepolisian sudah memblokir akses ke dalam, jadi kerusakan hanya terjadi di bagian luar dan lingkungan sekitar gedung,” jelasnya.