YOGYAKARTA, POPULI.ID– Warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah merasakan suhu udara yang lebih dingin dari biasanya, terutama saat malam hingga dini hari.
Fenomena ini dikenal dalam bahasa Jawa sebagai bediding, kondisi udara dingin yang identik dengan datangnya musim kemarau.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kondisi ini dipicu oleh menguatnya angin Monsun Australia yang kini mendominasi wilayah selatan Indonesia, termasuk Pulau Jawa.
“Udara dingin belakangan ini disebabkan oleh mulai menguatnya Monsun Australia,” kata Yudhit Adiyatma, analis cuaca Stasiun Meteorologi Yogyakarta, Kamis (10/7/2025).
Angin Musiman yang Jadi Penanda Kemarau
Angin Monsun Australia adalah angin musiman yang bertiup dari Benua Australia menuju Asia.
Karena berasal dari wilayah bertekanan tinggi dan cenderung kering, angin ini membawa udara sejuk yang menyebabkan penurunan suhu, terutama pada malam hari.
“Bayangkan rambut yang kering setelah berenang di laut, begitulah karakter udara dari Monsun Australia. Kering, sejuk, dan jadi pertanda musim kemarau,” jelas Yudhit.
Monsun ini biasanya aktif dari April hingga Oktober, dengan arah tiupan dari timur-tenggara.
Sementara kebalikannya, angin Monsun Asia (Monsun Barat), membawa kelembaban tinggi dan terjadi pada musim hujan, yakni Oktober hingga April.
Suhu Capai 20 Derajat, Malam Jogja Semakin Dingin
BMKG mencatat suhu minimum di wilayah Kulon Progo sempat turun hingga 20,1 derajat Celsius, dengan suhu maksimum harian mencapai 29,1 derajat Celsius.
Suhu serupa juga dirasakan di sejumlah titik lain di DIY, membuat malam hari terasa menusuk tulang.
Tidak hanya disebabkan oleh angin musiman, kondisi langit cerah saat malam hari turut memperparah rasa dingin.
Tanpa lapisan awan yang memerangkap panas, energi panas bumi dengan cepat terlepas ke atmosfer, menyebabkan permukaan bumi cepat mendingin.
Bukan karena Aphelion
BMKG juga menegaskan bahwa fenomena ini bukan dipicu oleh Aphelion, posisi saat Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari.
Aphelion adalah fenomena global, bukan penyebab spesifik turunnya suhu di Indonesia.
“Suhu dingin di Jawa lebih banyak disebabkan faktor-faktor lokal seperti monsun, langit cerah, dan topografi. Bukan karena Aphelion,” tegas Yudhit.
Imbauan BMKG
BMKG mengimbau masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi cuaca, terutama saat malam dan dini hari.
Gunakan pakaian hangat, pastikan sirkulasi udara tetap baik, dan pantau informasi terbaru melalui kanal resmi BMKG.